PROSES PEMBUNYIAN DAN JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd
Didudun oleh :
Kelompok 4
Febrianie 1610116120005
Mariyana Ulfah 1610116220006
Nur Halimah 1610116220013
Nur Hidayati 1610116220014
Nurena Mutia Puteri 1610116220015
Raudhatul Mardhiyah 1610116220019
KELAS REGULER A (A-1)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN AKADEMIK 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan masalah
Apa saja komponen-komponen dalam proses pembunyian?
Bagaimana cara bunyi bahasa itu dihasilkan?
Apa saja jenis-jenis bunyi bahasa?
Tujuan
Mengetahui proses produksi bunyi bahasa.
Mengetahui cara bunyi bahasa itu dihasilkan.
Mengetahui beragam jenis bunyi bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES PEMBUNYIAN
Alat ucap atau alat bicara dalam proses memproduksi bunyi bahasa dibagi atas tiga komponen, yaitu:
a. komponen subglotal
Komponen subglotal merupakan komponen utama yang menjadi syarat mutlak terjadinya suatu bunyi bahasa. Komponen tersebut terdiri atas paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Selain ketiga alat ucap tersebut, masih ada yang lain, yakni otot paru-paru dan rongga dada. Secara fisiologis komponen ini digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu, komponen ini disebut juga sistem pernafasan. Lalu dalam hubungannya dengan fonetik disebut sistem pernafasan subglotis. Fungsi utama komponen subglotal ini adalah “memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.
b. komponen laring
Komponan laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Dalam laring terdapat pita suara yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung. Pita suara dengan kelenturannya bisa membuka dan menutup, sehingga bisa memisahkan dan sekaligus bisa menghubungkan antara udara yang ada di paru-paru dan yang ada di mulut atau rongga hidung. Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah awal terjadinya bunyi bahasa tersebut.
c. komponen supraglotal
Komponen Supragotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi artikulator pasif.
Terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi bahasa pada umumnya dimulai dari proses pemompaan udara ke luar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan (laring) ke tenggorokan yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara itu bisa ke luar, pita suara tu harus berada dalam keadaan terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa ke luar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, arus udara tadi diteruskan ke luar ke udara bebas.
Ada empat macam posisi glotis pada pita suara yaitu pita suara dengan (a) glotis terbuka lebar, (b) glotis terbuka agak lebar, (c) glotis terbuka sedikit, dan (d) glotis tertutup rapat. Kalau glotis terbuka lebar, maka tidak terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalah posisi dalam bernafas secara normal. Kalau posisi glotis terbuka agak lebar, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara. Kalau posisi glotis terbuka sedikit maka akan terjadi bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara. Kalau posisi glotis tertutup rapat maka akan terjadi bunyi hambat glotal [?] atau lazim disebut bunyi hamzah.
Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia ialah :
a) Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas)
b) Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas)
c) Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah)
d) Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas)
e) Artikulasi apikoalveolar (ujung lidah dan ceruk gigi atas)
f) Artikulasi laminodental (daun lidah dan gigi atas)
g) Artikulasi laminopalatal (daun lidah dan langit-langit keras)
h) Artikulasi lamino alveolar (daun lidah dan ceruk gigi atas)
i) Artikulasi dorsopalatal (pangkal lidah dan langit-langit keras)
j) Artikulasi dorsovelar (pangkal lidah dan langit-langit lunak)
k) Artikulasi dorsouvular (pangkal lidah dan anak tekak)
l) Artikulasi oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
m) Artikulasi radiko faringal (akar lidah dan dinding kerongkongan)
Cara artikulasi atau cara bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan, yakni :
a) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba-tiba diletupkan sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup atau bunyi plosif.
b) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu dikeluarkan melalui rongga hidung, sehingga terjadilah bunyi nasal.
c) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil digeser atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian digeserkan atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
e) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka terjadilah bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu digetarkan sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
g) Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi kemudian diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi vokal yang dikenal juga dengan nama bunyi hampiran.
Dalam membuat klasifikasi bunyi dan klasifikasi fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara.
JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
1. Bunyi Vokal, Konsonan, dan Semi Vokal
Bunyi-bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal dibedakan berdasarkan tempat dan cara artikulasinya. Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara ke luar dari glotis (celah pita suara), lalu arus ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh posisi lidah dan bentuk mulut. Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi [u]. Sedangkan bunyi konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita suara diteruskan ke rongga mulut dengan mendapat hambatan dari artikulator aktif dan artikulator pasif. Misalnya, bunyi [b] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat hambatan pada ujung lidah (apeks) dan gigi atas; atau bunyi [g] yang mendapat hambatan pada belakang lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum). Sedangkan bunyi semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya mula-mula secara vokal lalu diakhiri secara konsonan. Karena itu, bunyi ini sering juga disebut bunyi hampiran (aproksiman). Bunyi semivokal hany ada dua yaitu bunyi [w] yang termasuk bunyi bilabial dan bunyi [y] yang termasuk bunyi laminopalatal.
Bunyi Oral dan Bunyi Nasal
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan keluarnya arus ujar. Bila arus ujar ke luar melalui rongga mulut maka disebut bunyi oral. Bila ke luar melalui rongga hidung disebut bunyi nasal. Bunyi nasal yang ada hanyalah bunyi [m] yang merupakan nasal bilabial, bunyi [n] yang merupakan nasal laminoalveolar atau apikodental, bunyi [ñ] yang merupakan nasal laminopalatal; dan bunyi [ŋ] yang merupakan nasal dorsovelar.
Bunyi Bersuara dan Bunyi tak Bersuara
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara sewaktu bunyi itu diproduksi. Bila pita suara turut bergetar pada proses pembunyian itu, maka disebut bunyi bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pita suara terbuka sedikit. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain bunyi [b], bunyi [d], dan bunyi [g]. Bila pita suara tidak bergetar disebut bunyi tak bersuara. Dalam bahasa Indonesia hanya ada empat buah bunyi tak bersuara, yaitu bunyi [s], bunyi [k], bunyi [p], dan bunyi [t].
Bunyi Keras dan Bunyi Lunak
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan ada tidaknya ketegangan kekuatan arus udara ketika bunyi ini diartikulasikan. Sebuah bunyi disebut keras (fortis) apabila terjadi karena pernafasan yang kuat dan otot tegang. Bunyi [t], [k], dan [s] adalah fortis. Sebaliknya sebuah bunyi disebut lunak (lenis) apabila terjadi karena pernafasan lembut dan otot kendur. Bunyi seperti [d], [g], dan [z] adalah lenis.
Bunyi Panjang dan Bunyi Pendek
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada lama dan tidaknya bunyi itu diartikulasikan. Baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan dapat dibagi atas bunyi panjang dan bunyi pendek. Kasus ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada dalam bahasa Latin dan bahasa Arab.
Bunyi Tunggal dan Bunyi Rangkap
Pembedaan ini berdasarkan pada hadirnya sebuah bunyi yang tidak sama sebagai satu kesatuan dalam sebuah silabel (suku kata). Bunyi vokal rangkap disebut diftong dan bunyi tungga disebut monoftong. Bunyi rangkap konsonan disebut klaster. Tempat artikulasi kedua konsonan dalam klaster berbeda.
Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan derajat kenyaringan (sonoritas) bunyi-bunyi itu yang ditentukan oleh besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu diujarkan. Bunyi vokal pada umumnya mempunyai sonoritas yang lebih tinggi daripada bunyi konsonan. Oleh karena itu, setiap bunyi vokal menjadi puncak kenyaringan setiap silabel.
Bunyi Egresif dan Bunyi Ingresif
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan dari mana datangnya arus udara dalam pembentukan bunyi itu. Kalau arus udara datang dari dalam (seperti dari paru-paru), maka bunyi tersebut disebut bunyi egresif; bila datangnya dari luar disebut bunyi ingresif.
Ada dua macam bunyi egresif, yaitu (a) bunyi egresif pulmonik, apabila arus udara itu berasal dari paru-paru; dan (b) egresif glotalik apabila arus udara itu berasal dari pangkal tenggorokan. Bunyi ingresif juga ada dua macam, yaitu bunyi ingresif glotalik yang prosesnya sama dengan bunyi egresif glotalik; hanya arus udaranya masuk dari luar. Yang kedua ialah bunyi ingresif velarik yang terjadi dengan mekanisme velarik, yakni pangkal lidah dinaikkan ke langit-langit lunak (velum).
Bunyi Segmental dan Bunyi Suprasegmental
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada dapat tidaknya bunyi itu disegmentasikan. Bunyi yang dapat disegmentasikan, seperti semua bunyi vokal dan bunyi konsonan adalah bunyi segmental; sedangkan bunyi atau unsur yang tidak dapat disegmentasikan, yang menyertai bunyi segmental itu, seperti tekanan, nada, jeda, dan durasi (pemanjangan) disebut bunyi atau unsur suprasegmental atau non segmental.
Bunyi Utama dan Bunyi Sertaan
Dalam pertuturan bunyi-bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling pengaruh-mempengaruhi baik dari bunyi yang ada sebelumnya maupun dari bunyi sesudahnya. Begitulah ketika sebuah bunyi diartikulasikan, maka akibat dari pengaruh bunyi berikutnya terjadi pulalah artikulasi lain yang disebut artikulasi sertaan atau ko-artikulasi atau artikulasi sekunder. Maka, pembedaan adanya bunyi utama dan bunyi sertaan ini didasarkan pada adanya proses artikulasi pertama, artikulasi utama, atau artikulasi primer, dan adanya artikulasi sertaan.
Bunyi-bunyi sertaan disebut juga bunyi pengiring yang muncul, antara lain, akibat adanya proses artikulasi sertaan yang disebut :
(a) Labialisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara kedua bibir dibulatkan dan disempitkan segera atau ketika bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ʷ] pada bunyi utama. Misalnya, bunyi [t] pada kata < tujuan > terdengar sebagai bunyi [tʷ] sehingga lafalnya [tʷujuan]. Jadi, bunyi [t] dikatakan dilabialisasikan.
(b) Palatalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara tengah lidah dinaikkan mendekati langit-langit keras (palatum) segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʸ]. Misalnya, bunyi [p] pada kata <piara> terdengar sebagai bunyi [pʸ] sehingga ucapannya menjadi [pʸara]. Jadi, bunyi [p] telah dipalatalisasi.
(c) Valerisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara mengangkat lidah ke arah langit-langit lunak (velum) segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˣ]. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> terdengar sebagai bunyi [mˣ], sehingga ucapannya menjadi [mˣaxluk]
(d) Retrofleksi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara ujung lidah ditarik ke belakang segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʳ]. Misalnya, bunyi [k] pada kata <kertas> terdengar sebagai bunyi [kʳ], sehingga ucapannya menjadi [kʳertas]. Jadi, bunyi [k] telah diretrofleksikan.
(e) Glotalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara glotis ditutup sesudah bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˀ]. Misalnya, bunyi [a] pada kata <akan> terdengar sebagai bunyi [aˀ], sehingga ucapannya menjadi [aˀkan].
(f) Aspirasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara arus udara yang ke luar lewat rongga mulut terlalu keras sehingga terdengar bunyi sertaan [ʰ]. Misalnya, bunyi [p] pada awal kata bahasa Inggris <peace> terdengar sebagai bunyi [pʰ], sehinga ucapannya menjadi [pʰeis].
(g) Nasalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum atau sesaat bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ ͫ ]. Hal ini biasa terjadi pada konsonan hambat bersuara, yaitu [b], [d], dan [g].
BAB III
KESIMPULAN
Dari bembahasan tadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam proses mrmproduksi bunyi bahasa dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: komponen subglotal, komponen laring, komponen supraglotal. Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia di antaranya adalah: Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas), Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas), Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah), Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas), dan masih banyak lagi.
Selanjutnya dalam membuat klarifikasi bunyi dan fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara. Bunyi bahasa berdasarkan kriteria tertentu dapat dibedakan sebagai berikut: bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal, bunyi oral dan bunyi nasal, bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara, bunyi keras dan bunyi lunak, bunyi panjang dan bunyi pendek, bunyi tunggal dan bunyi rangkap, bunyi nyaring dan tak nyaring, bunyi egresif dan bunyi ingresif, bunyi segmental dan bunyi suprasegmental, bunyi utama dan bunyi sertaan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Saya Rana Najmi Soraya perwakilan kelompok 2 dengan NIM 1610116220018
BalasHapusIngin bertanya mengenai klarifikasi bunyi. Jelaskan seberapa pentingnya tiga patokan dalam membuat klarifikasi bunyi! Bagaimana jika salah satu diantaranya mengalami gangguan? seperti pita suara yang tidak bergetar
Saya Nur Hidayati
HapusNim : 1610116220014
Ada tiga patokan dalam membuat klarifikasi bunyi, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara. ketiganya sangat penting dalam membuat klarifikasi bunyi karena titik artikulasi adalah sebuah titik yang terjadi karena pertemuan antara dua artikulator yang saling mengadakan permainan sehingga menghasilkan bunyi. Tempat artikulasi adalah titik dalam saluran vokal di mana suara dihasilkan. Tempat yang paling umum dari artikulasi adalah alveolar ridge tepat di belakang gigi atas. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernafasan sebagai sumber tenaganya. Pada saat kita mengeluarkan nafas, paru-paru menghembuskan tenaga yang berupa arus udara. Arus udara itu dapat mengalami perubahan pada pita suara. Arus udara dari paru-paru dapat membuka kedua pita suara yang merapat hingga menghasilkan ciri-ciri bunyi tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan udara di sekitar pita suara itu bergetar. Apabila pita suara tidak bergetar saat proses pembunyian. Hal itu terjadi karena glottis pita suara terbuka lebar sehingga menyebabkan bunyi tak bersuara.
Assalamu'alaikum.wr.wb
BalasHapusNama: Ainun Purnama Laili
NIM: 1610116120003
Saya mewakili kelompok 2 ingin bertanya.
Apakah yang dimaksud dengan bunyi nasal bilabial, bunyi nasal laminoalveolar atau apikodental, bunyi nasal laminopalatal, dan bunyi nasal dorsovelar? Jelaskan beserta contohnya!
Terimakasih
nama saya Raudhatul Mardhiyah
HapusNIM 1610116220019
bunyi nasal bilabial adalah konsonan yang diartikulasi menggunakan kedua belah bibir contohnya saat kita mengucapkan huruf [m] seperti [mati], lalu bunyi nasal laminoalveolar atau apikodental adalah konsonan yang diartikulasi dengan lidah menyentuh gigi atas contohnya saat mengucapkan huruf [n] seperti kata [nenek], selanjutnya bunyi nasal laminopalatal merupakan konsonan yang anggota lidah nya dinaikkan ke langit-langit keras contohnya seperti huruf [ñ] yang bisa kita bunyikan [ny] dalam kata [nyenyak], dan terakhir bunyi nasal dorsovelar adalah konsonan yang dihasilkan oleh belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator dan langit-langit lembut sebagai titik artikulasi contohnya [ŋ] yang juga bisa kita bunyikan [ng] seperti kata [ngantuk].
Saya Nurhalisa
BalasHapusPerwakilan dari kelompok 3
Dengan NIM 1610116120012
Saya ingin bertanya. Jelaskan perbedaan dari bunyi sertaan labialisasi dengan bunyi sertaan palatalisasi dan berikan contohnya
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusnama saya Raudhatul Mardhiyah
HapusNIM 1610116220019
bunyi sertaan labialisasi adalah bunyi yang terbentuk atas kedua belah bibir yang di bulatkan sehingga membentuk huruf [ʷ].Misalnya, bunyi [t] atau fonem /t/ adalah bunyi apikoalveolar, tetapi pada kata [tujuan], bunyi [t] itu akibat dari akan diucapkannya bunyi [u] yang merupakan vocal bundar, maka bunyi [t] disertai dengan proses pembulatan bibir, sehingga bunyi [t] terdengar sebagai bunyi [tʷ]. jadi, kata [tujuan] dilafalkan menjadi [tʷujuʷan], contoh lain adalah kata [satu] yang dilafalkan [satʷu]. sedangkan bunyi sertaan Palatalisasi adalah proses pengangkatan daun lidah kearah langit-langit keras (palatum) sewaktu artikulator primer berlangsung. Selain bunyi palatal, bunyi lain dapat di palatalisasikan. Misalnya adalah bunyi [p] adalah bunyi alpikoalveolar tak bersuara, tetapi pada kata [piatu], bunyi [p] dipalatalisasikan sehingga terdengar sebagai bunyi [pʸ]. maka kata dilafalkan menjadi [pʸatu], contoh lainnya seperti [pʸara].
jadi, perbedaan bunyi sertaan labialisasi dan bunyi sertaan palatalisasi ada pada ucapan yang dilafalkan, labialisasi dengan w dan palatalisasi dengan y.
Assalamu'alaikum.wr.wb
BalasHapusNama : Muhammad Malik Amrullah
NIM: 1610116210008
Dari kelompok 8
Pertanyaan : Dilihat dari fungsi pita suara, Apa perbedaan dari bunyi bersuara dengan bunyi tidak bersuara? Jelaskan!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusNama : Nur Halimah
HapusNIM : 161011620013
bunyi bersuara dan bunyi tidak bersuara dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara saat bunyi itu diproduksi, jika pita suara bergetar pada saat proses pembunyian maka disebut bunyi bersuara, (pita suara bergetar terjadi karena glotis pita suara terbuka sedikit). Sebaliknya jika tidak adanya getaran pada pita suara maka disebut bunyi tidak bersuara.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama:Nur Aisyah
BalasHapusNim:1610116120011
Dari kelompok 3
Bagaimana bunyi suara setiap orang bisa berbeda dan apa yang menyebabkan perbedaan bunyi tersebut?
Nama saya : Nur Hidayati
HapusNIM : 1610116220014
Setiap manusia mempunyai suara yang berbeda-beda, ada yang nyaring, lembut, lantang, keras, dan lain-lain. Suara manusia ini dihasilkan dari getaran udara yang muncul dari perpaduan antara paru-paru, katup tenggorokan dan pita suara (letaknya di dalam tenggorok tepatnya pada bagian laring). Saat kita berbicara, maka pita suara akan menutup dan bergetar. ketebalan masing-masing pita suara tiap orang unik dan berbeda-beda, maka suara yang dihasilkan juga berbeda-beda. Pita suara yang tebal akan menyebakan orang tersebut mengeluarkan suara yang tebal dan nyaring, sebaliknya jika pita suaranya tipis, orang tersebut akan mengeluarkan nada tinggi. Pada pria umumnya pita suaranya lebih tebal yaitu antara 17,5 - 25 mm, sedangkan wanita cenderung lebih tipis (antara 12,5-17,5 mm). Dengan berlatih mengatur frekuensi yang keluar dari rongga mulut kita maka dapat menghasilkan nada-nada suara yang merdu dan enak didengar. Inilah yang dilakukan oleh para penyanyi profesional.
Assalamualaikum. Wr. Wb
BalasHapusNama : Gita Amalia
NIM : 1610116220003
Saya perwakilan dari kelompok 5 ingin bertanya mengenai jenis jenis bunyi bahasa. Apakah bunyi segmental dan bunyi suprasegmental berperan penting dalam kehidupan sehari hari? Jelaskan
Terimakasih
Nama : Nurena Mutia Puteri
HapusNIM : 1610116220015
Waalaikumsalam Warohmatullahhi Wabarokatuh
iya sangat berperan, karena bunyi segmental sering digunakan dan bunyi segmental dapat di segmentalsikan. contoh bunyi segmental seperti bunyi huruf vokal dan bunyi huruf konsonan.
sedangkan bunyi suprasegmental itu contohnya tekanan nada, jeda dan durasi.
Nama: Nia Laraswati
BalasHapusNim: 1610116220011
Dari kelompok3
Dari arus arus bunyi saya membaca ada bunyi letup, bunyi plosif dan bunyi afrikat. Bisakah kalian mnjlskn bunyi tersebut. Trimakasih
Nama:Febrianie
HapusNIM:1610116120005
Bunyi letup adalah bunyi yang disertai dengan keluarnya hembusan udara dengan kuat sehingga terdengar bunyi [h].Misalnya,konsonal letup bersuara [b,d,j,g]akan terdengar sebagai[bh,dh,jh,gh].
Bunyi plosif(hambat)terjadi apabila udara tertahan di mulut dengan ketat dan kemudian dilepaskan secara serentak maka akan menimbulkan semacam letupan,bunyi inilah yang dinamakan bunyi plosif atau stop atau bunyi hambat.Bunyi [p],[b],[t],[d],[k],dan [g] termasuk dalam kategori yang sama,yaitu bunyi plosif.
Bunyi afrikatif adalah bunyi plosif yang diikuti oleh bunyi frikatif,artinya dihasilkan melalui artikulator yang sama dengan bunyi frikatif.Misalnya[c]dalam bahasa Indonesia atau[ts]dalam bahasa Jerman.
Nama:Syirmadinah
BalasHapusNim :1610116120017
Mengapa Komponen subglotal merupakan komponen utama yang menjadi syarat mutlak terjadinya suatu bunyi bahasa?
Apakah komponen laring dan komponen supraglotal itu juga komponen utama bunyi bahasa?
Nama:Mariyana Ulfah
HapusNIM :1610116220006
Karena komponen subglotal ini memiliki fungsi utama yaitu “memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.Di mana Komponen tersebut terdiri atas paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Selain ketiga alat ucap tersebut, masih ada yang lain, yakni otot paru-paru dan rongga dada.Komponen subglotal ini bisa disebut juga sebagai sistem pernafasan yang berperan utama atau proses utama untuk terjadinya suatu bunyi bahasa.
Tidak, komponen laring dan komponen supraglotal termasuk dalam proses lanjutan produksi bunyi setelah adanya sistem pernafasan atau proses pernafasan (komponen subgotal).
Nama saya Nia Riski (1610116220012)
BalasHapusPerwakilan dari kelompok 6, saya ingin bertanya
Bunyi-bunyi vokal diklasifikasikan berdasarkan posisi dan bentuk mulut. Tolong jelaskan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusnama saya Raudhatul Mardhiyah
HapusNIM 1610116220019
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi (i dan u), vokal tengah (e dan u) dan vokal rendah (a). Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan (i dan e); misalnya. Bunyi [u] dan vokal belakang misalnya bunyi [u] dan [o] kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan cokal tak bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vokal itu, misalnya [o] dan [u]. Disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar melainkan melebar, pada waktu menucapkan vokal tersebut, misalnya [i] dan [e].
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut lidah kemudian kita memberi nama akan vokal-vokal tersebut.
Misalnya:
[i] adalah vokal depan tinggi tidak bundar
[e] adalah vokal depan tengah tidak bundar
[u] adalahvokal pusat tengah tidak bundar
[o] adalah vokal tengah bundar
[a] adalah vokal pusat rendah tidak bundar
Nama: Nia Riski
BalasHapusNIM: 1610116220012
Saya ingin bertanya bagaimana perbedaan proses terjadinya bunyi vokal dan bunyi konsonan, jelaskan! Terimakasih
Nama : Nur Halimah
HapusNIM : 1610116220013
Perbedaan antara bunyi huruf vokal dan bunyi huruf konsonan didasarkan ada atau tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. semua proses bunyi huruf vokal dihasilkan dengan bergetarnya pita suara. Sedangkan, proses bunyi huruf konsonan adalah bunyi yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalamualaikum wr wb
BalasHapusSaya nadila (1610116220009)
Perwakilan kelompok 7
Tolong aplikasikan bentuk bunyi egresif dan ingresif kedalam contoh
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusWaalaikumsalam wr wb
HapusSaya Nur Hidayati (1610116220014)
Bunyi egresif dan ingresif dibedakan berdasarkan arus udara. Bunyi egresif dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru, sedangkan bunyi ingresif dibentuk dengan cara mengisap udara ke dalam paruparu. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi egresif pulmonik dan bunyi egresif glotalik.
1. Egresif pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan rongga paru-paru oleh otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik.
2. Egresif glotalik dibentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga gloatis dalam keadaan tertutup sama sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif, yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya [p’, t’, k’, s’], contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus, Indian, dan Afrika (Ladefoged, 1973:25).
Bunyi ingresif dibedakan atas bunyi ingresif glotalik dan bunyi ingresif velarik.
1. Ingresif glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi egresif glotalik, hanya arus udara yang berbeda. Dibentuk dengan cara menghisap udara dan merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut implosif, yang ditandai dengan tanda melengkung ke sebelah kanan, contohnya [b, d, g]. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Sindhi, Swahili, Marwari, Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
2. Ingresif velarik dibentuk dengan cara menghisap udara dan menaikkan pangkal lidah dalam langit-langit lunak; bersama-sama dengan merapatkan bibir; begitu pula, ujung lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Khoisa, Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28- 30).
Nama :Rizky AUlianor
BalasHapusNim :1610116220023
Komponen Supragotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi artikulator pasif.
Tolong jelaskan apa itu artikulator aktif dan artikulator pasif
Terimakasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusArtikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak atau digerakan seperti bibir bawah, ujung lidah, dan daun lidah.
HapusSedangkan artikulator pasif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak atau didekati oleh artikulator aktif seperti bibir atas, gigi atas, dan langit-langit keras.
Nama : Nur Halimah
HapusNIM : 1610116220013
Nama : Widya Pratiwi
BalasHapusNIM : 1610116120018
Apa saja kaitannya jenis-jenis bunyi bahasa dengan Fonologi dalam mempelajarai bahasa indonesia?
Nama : Nur Halimah
BalasHapusNIM : 1610116220013
Jenis-jenis bunyi bahasa berkaitan dengan fonologi karena, jenis-jenis bunyi adalah jenis cara ucap dalam berbahasa sedngkan fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia.Jadi keduanya sangan berkaitan satu sama lain dalam berbahasa