FONOLOGI
FONEM DAN ALOFON
Dosen Pengampu :
Noor Cahaya, M.Pd
Disusun oleh:
Kelompok 6
Monalisa (1610116220007)
Nia Riski (1610116220012)
Rizky Aulianor (1610116220023)
Uswatun Hasanah (1610116220026)
Patmawati Dewi (1610116120013)
Siti Zahra (1610116120016)
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
TAHUN AJARAN 2016 / 2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah FONOLOGI BAHASA INDONESIA yang berjudul “FONEM DAN ALOFON” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari fonem dan alofon serta macam-macam alofon.
Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang kami peroleh dari media elektronik yaitu internet dan juga buku-buku yang berhubungan dengan materi tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah yang ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semuanya.
Banjarmasin, 23 Maret 2017
II.1 Fonem
Fonem adalah bunyi terkecil suatu bahasa yang dapat membedakan makna kata. Bagaimana kita tahu sebuah bunyi adalah fonem atau bukan fonem. Banyak cara dan prosedur telah dikemukakan berbagai pakar. Namun, intinya adalah kalau kita ingin mengetahui sebuah bunyi adalah fonem atau bukan, kita harus mencari yang disebut pasangan minimal atau minimal pair, yaitu dua buah bentuk yang bunyinya mirip dan hanya sedikit berbeda. Umpamanya kita ingin mengetahui bunyi [p] fonem atau bukan, maka kita cari, misalnya, pasangan pada paku dan baku. Kedua kata ini mirip sekali. Masing-masing terdiri dari empat buah bunyi. Kata paku terdiri dari bunyi [p], [a], [k], dan bunyi [u]; sedangkan kata baku terdiri dari bunyi [b], [a], [k], dan [u]. Jadi, pada pasangan paku dan baku terdapat tiga buah bunyi yang sama, yaitu bunyi kedua, ketiga, dan keempat. Yang bedanya bunyti pertama, yaitu bunyi [p] pada paku dan bunyi [b] pada baku.
p
a
k
u
b
a
k
u
Dengan demikian kita sudah dapat membuktikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah sebuah fonem. Mengapa? Karena kalau posisinya diganti oleh bunyi [b], maka maknanya akan berbeda. Sebagai sebuah fonem, bunyi [p] itu ditulis di antara dua garis miring menjadi /p/.
Apakah bunyi [b] pada pasangan kata paku dan baku itu juga sebuah fonem? Dengan sendirinya, bunyi [b] itu juga adalah sebuah fonem, karena kalau posisinya diganti oleh bunyi [p] atau bunyi [l] menjadi laku, maknanya juga akan berbeda.
2
Untuk membuktikan sebuah bunyi adalah fonem atau bukan dapat juga digunakan pasangan minimal yang salah satu anggotanya “rumpang”. Artinya, jumlah bunyi pada anggota pasangan yang rumpang itu kekurangan satu bunyi dari anggota yang utuh. Misalnya, untuk membuktikan bunyi [h] adalah fonem atau bukan fonem kita dapat mengambil pasangan [tuah] dan [tua]. Bentuk [tuah] memiliki empat buah bunyi, sedangkan bentuk [tua] hanya memiliki tiga buah bunyi. Maka kalau bunyi [h] itu ditanggalkan, makna kata itu akan berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bunyi [h] adalah sebuah fonem /h/.
t
u
a
h
t
u
a
-
Dengan cara seperti itu, kita dapat juga membuktikan bahwa bunyi [i] juga adalah fonem /i/ karena ada pasangan minimal [kӘlas] dan [kӘlasi] dimana [kӘlas] memiliki lima buah bunyi sedangkan [kӘlasi] memiliki enam buah bunyi. Simak bagan berikut:
k
Ә
l
a
s
-
k
Ә
l
a
s
i
Memang ada kemungkinan kita sukar mencari pasangan minimal untuk membuktikan sebuah bunyi adalah sebuah fonem atau bukan. Dalam hal ini kiranya petunjuk yang diajukan Samsuri (1983) dapat dipedomani. Periksa Samsuri (1983).
3
II.2 Alofon
Alofon adalah variasi fonem yang tidak membedakan bentuk dan arti kata. Alofon adalah bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari fonem. Pendistribusian alofon terbagi menjadi duayakni bersifat komplementer dan bersifat bebas. Yang disebut bersifat komplementer adalah distribusi saling melengkapi distribusi yang tidak dapat dipisahkan meskipun dipisahkan juga tidak akan menimbulkan perubahan makna. Yang dimaksud bersifat pendistribusian bebas adalah alofon-alofon itu dapat digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu. Kalau diperhatikan bahwa alofon merupakan realisasi dari fonem maka dapat dikatakan bahwa fonem bersifat abstrak karena fonem itu hanyalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon lain. Dengan kata lain yang nyata dalam bahasa adalah alofon.
Bunyi vokal depan tinggi ada dua, yaitu vokal depan tinggi atas [i] dan vokal depan tinggi bawah [I]. begitu juga vokal belakang tinggi ada dua, yaitu vokal belakang tinggi atas [u] dan vokal belakang tinggi bawah [U]. demikian juga vokal belakang sedang ada dua, yaitu vokal belakang sedang atas [o] dan vokal belakang sedang bawah [ﬤ].
Persoalan kita sekarang apakah bunyi vocal [i] dan vokal [I] dua buah fonem atau sebuah fonem. Kalau kita menggunakan cara dengan mencari pasangan minimal untuk kedua bunyi vokal itu dalam bahasa Indonesia ternyata sampai saat ini tidak ada. Yang menjadi kenyataan adalah bahwa kedua vokal itu, [i] dan [I], memiliki distribusi yang berbeda. Vokal [i] menempati posisi silabel (suku kata) terbuka, silabel yang tidak memiliki koda, sedangkan vokal [I] menempati silabel yang mempunyai koda. Simak :
Vokal [i] pada kata <i.ni> [ini], <ti.ti> [titi] dan <i.si> [isi]
Vokal [I] pada kata <benih> [bƏnIh], <ba.tik> [batik] dan <ta.sik> [tasIk]
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa:
Vokal [i] dan [I] bukanlah merupakan dua buah fonem, melainkan cuma anggota dari sebuah fonem yang sama yaitu fonem /i/
4
Vokal [i] dan vokal [I] distribusinya tidak sama: vokal [i] berdistribusi pada silabel terbuka atau silabel tidak berkoda, sedangkan vokal [I] berdistribusi pada silabel tertutup atau silabel berkoda.
Vokal [i] dan vokal [I] memiliki distribusikomplemter, berdistribusi yang saling melengkapi.
Analog dengan kasusvokal [i] dan vokal [I], maka dapat dikatakan vokal [u] dan vokal [U] juga merupakan anggota dari satu fonem yang sama, yaitu fonem /u/, yang juga berdistribusi secara komplementer. Vokal [u] untuk silabel terbuka (tak berkoda), dan vokal [U] untuk silabel tertutup (bekoda). Perhatikan!
Vokal [u] pada kata <buku> [buku], <ibu> [ibu] dan <itu> [itu]
Vokal [U] pada kata <akur> [akUr], <libur> [libUr] dan <atur> [atUr]
Hal yang sama terjadi juga pada kasus vokal [o] dan vokal <ﬤ>. Dimana vokal [o] untuk silabel terbuka, seperti pada kata <toko> [toko]dan <bodo> [bodo], sedangkan vokal [ﬤ] untuk silabel tertutup seperti ,<tokoh> [tﬤkﬤh] dan <bodoh> [bﬤdﬤh].
Dari pembicaran tentang fonem dan alofon di atas, bisa dikatakn bahwa fonem merupakan konsep abstrak karena kehadirannya dalam ujaran dia diwakili oleh alofon yang sifatnya konkret, dapat diamati (didengar) secara empiris. Jadi, misalnya fonem /i/ pada kata <tani> diwakili oleh alofon [i], karena lafal kata itu adalah [tani], sedangkan pada kata <tarik> diwakili oleh alofon [I] karena lafalnya adalah [tarIk]. Contoh fonem /k/ pada kata <baku> diwakili oleh alofon [k] karena lafalnya adalah [baku], sedangkan pada kata <bapak> diawali oleh alofon [?] karena lafalnya [bapa?].
Dengan perkataan lain, fonem /i/ direalisasikan oleh alofon [i] dan alofon [I], fonem /u/ direalisasikan oleh alofon [u] dan alofon [U], sedangkan fonem /o/ direalisasikan oleh alofon [o] dan alofon [ﬤ].
Macam-macam Alofon
Alofon vocal
5
• Alofon fonem /a/, yaitu [a] jika terdapat pada semua posisi suku kata. Misalnya, [aku]à/aku, [sabtu]à/sabtu/
• Alofon fonem /i/, yaitu [i] jika terdapat pada suku kata terbuka. Misalnya, [bibi]à /bibi/ [I] jika terdapat pada suku kata tertutup. Misalnya, [karIb]à /karib/ [Iy] palatalisasi jika diikuti oleh vokal [aou].à [kiyos]à /kios/ [ϊ] nasalisasi jika diikuti oleh nasal. [ϊndah]à /indah/
• Alofon fonem /u/, yaitu [u] jika terdapat pada posisi suku kata terbuka.Misalnya, [aku]à/aku/, [buka]à/buka/ [U] jika terdapat pada suku kata tertutup. Misalnya, [ampUn]à/ampun/, [kumpul]à/kumpul/ [uw] labialisasi jika diikuti oleh[I,e,a], [buwih]à/buih/, [kuwe]à/kue/
• Alofon fonem /ε/, yaitu [e] jika terdapat pada suku kata terbuka dan tidak diikuti oleh suku kata yang mengandung alofon [ε]. Misalnya, [sore]à /sore/ [ε] jika terdapat pada tempat-tempat lain. Misalnya, [pεsta]à/pesta/ [¶] jika terdapat pada posisi suku kata terbuka. [p¶ta]à/peta/ [¶] jika terdapat pada posisi suku kata tertutup. [sent¶r]à/senter/
• Alofon fonem /o/, yaitu [o] jika terdapat pada suku kata akhir terbuka. Misalnya, [soto]à/soto/ [É] jika terdapat pada posisi lain. Misalnya, [jeblÉs]à/jeblos/
Alofon Konsonan • Fonem /c/ [c] bunyi lepas jika diikuti vocal. Misalnya, [cari]à/cari/, [cacing]à/cacing/
6
• Fonem /f/ [j] jika terdapat pada posisi sebelum dan sesudah vocal. Misalnya, [fakir]à/fakir/, [fitri]à/fitri/ • Fonem /g/ [g] bunyi lepas jika diikuti glottal. Misalnya, [gagah]à/gagah/, [gula]à/gula/ [k>] bunyi hambat-velar-tak bersuara dan lepas jika terdapat di akhir kata. Misalnya, [beduk>]à/bedug/,[gudek>]à/gudeg/ • Fonem /h/ [h] bunyi tak bersuara jika terdapat di awal dan akhir suku kata. Misalnya, [hasil]à/hasil, [hujan]à/hujan/ [H] jika berada di tengah kata. Misalnya, [taHu]à/tahu/, [laHan]à/lahan/ • Fonem /j/ [j] bunyi lepas jika diikuti vocal. Misalnya, [juga]à/juga/, [jadi]à/jadi/ • Fonem /k/ [k] bunyi lepas jika terdapat pada awal suku kata. Misalnya, [kala]à/kala/, [kelam]à/kelam/ [k>] bunyi tak lepas jika tedapat pada tengah kata dan diikuti konsonan lain. Misalnya, [pak>sa]à/paksa/, [sik>sa]à/siksa/ [?] bunyi hambat glottal jika terdapat pada akhir kata. Misalnya, [tida?]à/tidak/, [ana?]à/anak/ • Fonem /l/ [l] berada di awal dan akhir suku kata. Misalnya, [lama]à/lama/, [palsu]à/palsu/ • Fonem /m/ [m] berada di awal dan akhir suku kata. Misalnya, [masuk]à/masuk/, [makan]à/makan/ • Fonem /n/ [n] berada di awal dan akhir suku kata. Misalnya, [nakal]à/nakal/, [nasib]à/nasib/ [ň] berada di awal suku kata. Misalnya, [baňak]à/banyak/, [buňi]à/bunyi/ • Fonem /Ƞ/ [Ƞ] berada di awal dan akhir suku kata.
7
[Ƞarai]à/ngarai/, [paȠkal]à/pangkal/ • Fonem /p/ [p] bunyi konsonan hambat-bilabial-tak bersuara. Misalnya, [piker]à/piker/, [hapal]à/h • Fonem /p/ [p] bunyi lepas jika diikuti vokal. Misalnya, [pipi]à/pipi/, [sapi]à/sapi/ [p>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup. Misalnya, [atap>]à/atap/, [balap>]à/balap/ [b] bunyi lepas jika diikuti oleh vocal. Misalnya, [babi]à/babi/, [babu]à/babu/ [p>] bunyi taklepas jika terdapat pada suku kata tertutup, namun berubah lagi menjadi [b] jika diikuti lagi vokal. Misalnya, [adap>]à/adab/, [jawap>]à/jawab/ • Fonem /r/ [r] berada di awal dan akhir suku kata, kadang-kadang bervariasi dengan bunyi getar uvular [R]. Misalnya, [raja] atau [Raja]à/raja/, [karya] atau [kaRya]à/karya/ • Fonem /š/ [š] umumnya terdapat di awal dan akhir kata. Misalnya, [šarat]à/syarat/, [araš]à/arasy/ • Fonem /t/ [t] bunyi lepas jika diikutu oleh vokal. Misalnya, [tanam]à/tanam/, [tusuk]à/tusuk/ [t>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup. Misalnya, [lompat>]à/lompat/,[sakit>]à/sakit/ [d] bunyi lepas jika diikuti vocal. Misalnya, [duta]à/duta/, [dadu]à/dadu/ [t>] bunyi hambat-dental-tak bersuara dan tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup atau pada akhir kata. Misalnya, [abat>]à/abad/,[murtat>]à/murtad/ • Fonem /w/ [w] merupakan konsonan jika terdapat di awal suku kata dan semi vocal pada akhir suku kata. Misalnya, [waktu]à/waktu/, [wujud]à/wujud/ • Fonem /x/ [x] berada di awal dan akhir suku kata. Misalnya, [xas]à/khas/, [xusus]à/khusus/
8
• Fonem /y/ [y] merupakan konsonan jika terdapat di awal suku kata dan semi vocal pada akhir suku kata. Misalnya, [santay]à/santai/, [ramai]à/ramai/ • Fonem /z/ [z] [zat]à/zat/, [izin]-à/izin/
Rabu, 29 Maret 2017
Kamis, 23 Maret 2017
Tugas fonologi kelompok 5
FONOLOGI
Unsur Suprasegmental
Silabel
Dosen Pembimbing : Noor Cahaya, M.Pd.
DI SUSUN OLEH :
Kelompok 5
Ferenna 1610116120006
Gita Amalia 1610116220003
Muhamad Rahmad Dani 1610116110020
Nadhia Clara Febryanti 1610116120010
Nurhalisa Sapitri 1610116220016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Memberi Petunjuk. Berkat Hidayah-Nya penyusun dapat merampungkan makalah yang berjudul Unsur Suprasegmental dan Silabel.
Terimakasih yang sebesar-besarnya buat Ibu Noor Cahaya, M.Pd. selaku dosen pembimbing.
Kami sebagai penyusun minta maaf yang sebesar-besarnya jika dalam makalah yang kami sajikan masih terdapat banyak kekurangan, dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat buat para pembaca.
Banjarmasin, Maret 2017
Penyusun
Unsur suprasegmental dan Silabel
2.1 Lafal
Lafal ialah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa (Kridalaksana 1993:124). Dalam bahasa tulis, lafal tidak terlihat dengan jelas. Lafal lebih tercermin dalam bahasa lisan. Misalnya kata tepat berbeda dengan cepat, guna berbeda dengan tuna, kerak berbeda dengan gerak.
Berbeda dengan sistem tata tulis yang di atur dalam Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya.
2.2 Tekanan
Tekanan atau stres menyangkut masalah keras lemah nya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya menyebar, pasti diberangi dengan tekanan keras.
Sebaliknya,sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat, sehingga amplitudonya menyempit pasti di seberangi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis; mungkin juga telah berpola, mungkin juga bersifat disningtif artinya dapat membedakan makna tapi juga bisa tidak. Dalam bahasa indonesia tekanan dapat membedakan makna. Tekanan tidak berperan pada tingkat fonemis tapi berperan pada tingkat sintaksis, karena dapat membedakan makna.
2.3 Tinggi-Rendah (Nada)
Menurut Muslich (2010) ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi, sedang, maupun rendah. Hal ini desebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita suara, yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut. Begitu juga, posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi.
Dalam bahasa Tonal seperti bahasa Thai dam bahasa Vietnam, nada bersifat fonemis, artinya dapat membedakan makna kata. Dalam bahasa Tonal, biasanya dikenal ada lima macam nada, yaitu:
a. Nada naik atau meninggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas (/).
b. Nada datar yang biasanya diberi tanda lurus mendatar (−).
c. Nada turun atau merendah yang biasanya diberi tanda garis menurun (\).
d. Nada turun naik yakni nada yang merendah kemudian meninggi, biasanya diberi tanda garis seperti (˅).
e. Nada naik turun yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya diberi tanda seperti (˄).
2.4 Jeda
Jeda ialah hentian dalam ujaran yang sering terjadi di depan unsur yang memunyai isi informasi yang tinggi atau kemungkinan yang rendah (Kridalaksana 1993:88). Biasa dikenal yang lebih ringkas yaitu hentian sebentar dalam ujaran. Jeda dapat bersifat penuh dan sementara. Biasanya dibedakan adanya sendi dalam (internal juncture) dan sendi luar (open juncture)
Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain. Batas silabel biasanya ditandai (+). Contoh:
[am+bil]
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari silabel. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya:
Jeda antarkata dalam frase, ditandai dengan garis miring tunggal (/)
Jeda antarfrase dalam klausa, ditandai dangan garis miring ganda (//)
Jeda antrakalimat dalam wacana/ paragraf, ditandai dengan garis silang ganda (#)
Tekanan dan jeda dalam bahas indonesia sangat penting karena tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna kalimat contoh:
#buku// sejarah / baru #
#buku/ sejarah // baru #
Kalimat pertaman bermakna ‘buku mengenai sejarah baru’; sedangakn kalimat kedua bermakna ‘buku baru mengenai sejarah’.
2.5 Durasi
Durasi berkaitan dengan masalah panjang pendeknya atau lama singkatnya suatu buni diucapkan. Tanda untuk bunyi panjang adalah titik dua di sebelah kanan bunyi yang diucapkan (....:); atau tanda garis keci di atas bunyi segmental yang di ucapkan (-). Dalam bahasa indonesia durasi ini tidak bersifat fonemis, tidak dapat membedakan makna tetapi dalam bahasa arab, unsur ini bersifat fonemis.
2.5 Suku Kata (Silabel)
Pengertian
Silabel atai suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran. Satu silabel biasanya melibatkan satu bunyi vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis terkecil mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas) yang biasanya jatuh pada sebuah bunyi vokal (Chaer, 1994:123). Kenyaringan atau sonoritas, yang menjadi puncak silabel terjadi karena adanya ruang resonasi berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain di dalam kepala atau dada.
Bunyi yang paling banyak menggunakan ruang resonasi itu adalah bunyi vokal, dan bukan bunyi konsonan. Karena itulah, yang dapat disebut bunyi silabis atau puncak silabis adalah bunyi vokal.
Silabel atau suku kata ialah unit pembentuk kata yang tersusun dari satu fonem atau urutan fonem. Silabel dalam bahasa yunaninya (sullabe )
Contoh silabel :
Jika sebuah konsonan diapit dua vokal maka konsonan tersebut ikut vokal
dibelakangnya misalnya kata ibu jika di pisahkan jadi i-bu
Awalan dan akhiran harus dituliskan tercerai dari kata dasar misalnya
Kata memperbaiki, jika di pisahkan jadi mem-per-ba-ik-i
Jika dua konsonan diapit dua vokal, maka kedua vokal tersebut harus diceraikan
Misalnya kata bantu jika di pisahkan jadi ban-tu
Pola Suku Kata
Pola suku kata Bahasa Indonesia sebagai berikut :
V .seperti [i] pada kata [i+ni]
KV .seperti [la] pada kata [la+ut]
VK .seperti [am] pada kata [am+bil]
KVK .seperti [but] pada kata [se+but]
KKV .seperti [kla] pada kata [kla+sik]
KKVK .seperti [trak] pada kata [trak+tor]
KVKK .seperti [teks] pada kata [kon+teks]
KKKV .seperti [stra] pada kata [stra+te+gi]
KKVKK .seperti [pleks] pada kata [kom+pleks]
KKKVK .seperti [stuk] pada kata [struk+tur]
VKK .seperti [eks] pada kata [ekspor]
3.1 Kesimpulan
Fonem adalah bunyi, dan bunyi, menurut bisa terpisah-tidaknya, terbagi menjadi dua: segmental dan suprasegmental. Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi : b-a-h-a-s-a.
Sedangkan suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut, yaitu berupa tekanan suara (intonation), panjang-pendek (pitch), dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu.
Bunyi-bunyi bahasa ketika diucapkan ada yang bisa disegmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau dipisah-pisahkan, misalnya senua bunyi vokoid dan kontoid. Bagian bunyi tersebut memiliki unsur-unsur bunyi bahasa yang menyertai pengucapan. Unsur-unsur bunyi bahasa itu antara lain : lafal, tekanan, intonasi, dan jeda.
Suku kata disebut juga silabel adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas)yang atuh pada vokal.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Lingusitik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://www.na2ngismail.net/2011/03/unsur-suprasegmental.html
Unsur Suprasegmental
Silabel
Dosen Pembimbing : Noor Cahaya, M.Pd.
DI SUSUN OLEH :
Kelompok 5
Ferenna 1610116120006
Gita Amalia 1610116220003
Muhamad Rahmad Dani 1610116110020
Nadhia Clara Febryanti 1610116120010
Nurhalisa Sapitri 1610116220016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Memberi Petunjuk. Berkat Hidayah-Nya penyusun dapat merampungkan makalah yang berjudul Unsur Suprasegmental dan Silabel.
Terimakasih yang sebesar-besarnya buat Ibu Noor Cahaya, M.Pd. selaku dosen pembimbing.
Kami sebagai penyusun minta maaf yang sebesar-besarnya jika dalam makalah yang kami sajikan masih terdapat banyak kekurangan, dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat buat para pembaca.
Banjarmasin, Maret 2017
Penyusun
Unsur suprasegmental dan Silabel
2.1 Lafal
Lafal ialah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa (Kridalaksana 1993:124). Dalam bahasa tulis, lafal tidak terlihat dengan jelas. Lafal lebih tercermin dalam bahasa lisan. Misalnya kata tepat berbeda dengan cepat, guna berbeda dengan tuna, kerak berbeda dengan gerak.
Berbeda dengan sistem tata tulis yang di atur dalam Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya.
2.2 Tekanan
Tekanan atau stres menyangkut masalah keras lemah nya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya menyebar, pasti diberangi dengan tekanan keras.
Sebaliknya,sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat, sehingga amplitudonya menyempit pasti di seberangi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis; mungkin juga telah berpola, mungkin juga bersifat disningtif artinya dapat membedakan makna tapi juga bisa tidak. Dalam bahasa indonesia tekanan dapat membedakan makna. Tekanan tidak berperan pada tingkat fonemis tapi berperan pada tingkat sintaksis, karena dapat membedakan makna.
2.3 Tinggi-Rendah (Nada)
Menurut Muslich (2010) ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi, sedang, maupun rendah. Hal ini desebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita suara, yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut. Begitu juga, posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi.
Dalam bahasa Tonal seperti bahasa Thai dam bahasa Vietnam, nada bersifat fonemis, artinya dapat membedakan makna kata. Dalam bahasa Tonal, biasanya dikenal ada lima macam nada, yaitu:
a. Nada naik atau meninggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas (/).
b. Nada datar yang biasanya diberi tanda lurus mendatar (−).
c. Nada turun atau merendah yang biasanya diberi tanda garis menurun (\).
d. Nada turun naik yakni nada yang merendah kemudian meninggi, biasanya diberi tanda garis seperti (˅).
e. Nada naik turun yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya diberi tanda seperti (˄).
2.4 Jeda
Jeda ialah hentian dalam ujaran yang sering terjadi di depan unsur yang memunyai isi informasi yang tinggi atau kemungkinan yang rendah (Kridalaksana 1993:88). Biasa dikenal yang lebih ringkas yaitu hentian sebentar dalam ujaran. Jeda dapat bersifat penuh dan sementara. Biasanya dibedakan adanya sendi dalam (internal juncture) dan sendi luar (open juncture)
Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain. Batas silabel biasanya ditandai (+). Contoh:
[am+bil]
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari silabel. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya:
Jeda antarkata dalam frase, ditandai dengan garis miring tunggal (/)
Jeda antarfrase dalam klausa, ditandai dangan garis miring ganda (//)
Jeda antrakalimat dalam wacana/ paragraf, ditandai dengan garis silang ganda (#)
Tekanan dan jeda dalam bahas indonesia sangat penting karena tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna kalimat contoh:
#buku// sejarah / baru #
#buku/ sejarah // baru #
Kalimat pertaman bermakna ‘buku mengenai sejarah baru’; sedangakn kalimat kedua bermakna ‘buku baru mengenai sejarah’.
2.5 Durasi
Durasi berkaitan dengan masalah panjang pendeknya atau lama singkatnya suatu buni diucapkan. Tanda untuk bunyi panjang adalah titik dua di sebelah kanan bunyi yang diucapkan (....:); atau tanda garis keci di atas bunyi segmental yang di ucapkan (-). Dalam bahasa indonesia durasi ini tidak bersifat fonemis, tidak dapat membedakan makna tetapi dalam bahasa arab, unsur ini bersifat fonemis.
2.5 Suku Kata (Silabel)
Pengertian
Silabel atai suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran. Satu silabel biasanya melibatkan satu bunyi vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis terkecil mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas) yang biasanya jatuh pada sebuah bunyi vokal (Chaer, 1994:123). Kenyaringan atau sonoritas, yang menjadi puncak silabel terjadi karena adanya ruang resonasi berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain di dalam kepala atau dada.
Bunyi yang paling banyak menggunakan ruang resonasi itu adalah bunyi vokal, dan bukan bunyi konsonan. Karena itulah, yang dapat disebut bunyi silabis atau puncak silabis adalah bunyi vokal.
Silabel atau suku kata ialah unit pembentuk kata yang tersusun dari satu fonem atau urutan fonem. Silabel dalam bahasa yunaninya (sullabe )
Contoh silabel :
Jika sebuah konsonan diapit dua vokal maka konsonan tersebut ikut vokal
dibelakangnya misalnya kata ibu jika di pisahkan jadi i-bu
Awalan dan akhiran harus dituliskan tercerai dari kata dasar misalnya
Kata memperbaiki, jika di pisahkan jadi mem-per-ba-ik-i
Jika dua konsonan diapit dua vokal, maka kedua vokal tersebut harus diceraikan
Misalnya kata bantu jika di pisahkan jadi ban-tu
Pola Suku Kata
Pola suku kata Bahasa Indonesia sebagai berikut :
V .seperti [i] pada kata [i+ni]
KV .seperti [la] pada kata [la+ut]
VK .seperti [am] pada kata [am+bil]
KVK .seperti [but] pada kata [se+but]
KKV .seperti [kla] pada kata [kla+sik]
KKVK .seperti [trak] pada kata [trak+tor]
KVKK .seperti [teks] pada kata [kon+teks]
KKKV .seperti [stra] pada kata [stra+te+gi]
KKVKK .seperti [pleks] pada kata [kom+pleks]
KKKVK .seperti [stuk] pada kata [struk+tur]
VKK .seperti [eks] pada kata [ekspor]
3.1 Kesimpulan
Fonem adalah bunyi, dan bunyi, menurut bisa terpisah-tidaknya, terbagi menjadi dua: segmental dan suprasegmental. Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi : b-a-h-a-s-a.
Sedangkan suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut, yaitu berupa tekanan suara (intonation), panjang-pendek (pitch), dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu.
Bunyi-bunyi bahasa ketika diucapkan ada yang bisa disegmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau dipisah-pisahkan, misalnya senua bunyi vokoid dan kontoid. Bagian bunyi tersebut memiliki unsur-unsur bunyi bahasa yang menyertai pengucapan. Unsur-unsur bunyi bahasa itu antara lain : lafal, tekanan, intonasi, dan jeda.
Suku kata disebut juga silabel adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas)yang atuh pada vokal.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Lingusitik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://www.na2ngismail.net/2011/03/unsur-suprasegmental.html
Jumat, 17 Maret 2017
Tugas fonologi kelompok 4
FONOLOGI (BAGIAN DARI FONETIK)
PROSES PEMBUNYIAN DAN JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd
Didudun oleh :
Kelompok 4
Febrianie 1610116120005
Mariyana Ulfah 1610116220006
Nur Halimah 1610116220013
Nur Hidayati 1610116220014
Nurena Mutia Puteri 1610116220015
Raudhatul Mardhiyah 1610116220019
KELAS REGULER A (A-1)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN AKADEMIK 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan masalah
Apa saja komponen-komponen dalam proses pembunyian?
Bagaimana cara bunyi bahasa itu dihasilkan?
Apa saja jenis-jenis bunyi bahasa?
Tujuan
Mengetahui proses produksi bunyi bahasa.
Mengetahui cara bunyi bahasa itu dihasilkan.
Mengetahui beragam jenis bunyi bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES PEMBUNYIAN
Alat ucap atau alat bicara dalam proses memproduksi bunyi bahasa dibagi atas tiga komponen, yaitu:
a. komponen subglotal
Komponen subglotal merupakan komponen utama yang menjadi syarat mutlak terjadinya suatu bunyi bahasa. Komponen tersebut terdiri atas paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Selain ketiga alat ucap tersebut, masih ada yang lain, yakni otot paru-paru dan rongga dada. Secara fisiologis komponen ini digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu, komponen ini disebut juga sistem pernafasan. Lalu dalam hubungannya dengan fonetik disebut sistem pernafasan subglotis. Fungsi utama komponen subglotal ini adalah “memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.
b. komponen laring
Komponan laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Dalam laring terdapat pita suara yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung. Pita suara dengan kelenturannya bisa membuka dan menutup, sehingga bisa memisahkan dan sekaligus bisa menghubungkan antara udara yang ada di paru-paru dan yang ada di mulut atau rongga hidung. Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah awal terjadinya bunyi bahasa tersebut.
c. komponen supraglotal
Komponen Supragotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi artikulator pasif.
Terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi bahasa pada umumnya dimulai dari proses pemompaan udara ke luar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan (laring) ke tenggorokan yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara itu bisa ke luar, pita suara tu harus berada dalam keadaan terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa ke luar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, arus udara tadi diteruskan ke luar ke udara bebas.
Ada empat macam posisi glotis pada pita suara yaitu pita suara dengan (a) glotis terbuka lebar, (b) glotis terbuka agak lebar, (c) glotis terbuka sedikit, dan (d) glotis tertutup rapat. Kalau glotis terbuka lebar, maka tidak terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalah posisi dalam bernafas secara normal. Kalau posisi glotis terbuka agak lebar, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara. Kalau posisi glotis terbuka sedikit maka akan terjadi bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara. Kalau posisi glotis tertutup rapat maka akan terjadi bunyi hambat glotal [?] atau lazim disebut bunyi hamzah.
Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia ialah :
a) Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas)
b) Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas)
c) Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah)
d) Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas)
e) Artikulasi apikoalveolar (ujung lidah dan ceruk gigi atas)
f) Artikulasi laminodental (daun lidah dan gigi atas)
g) Artikulasi laminopalatal (daun lidah dan langit-langit keras)
h) Artikulasi lamino alveolar (daun lidah dan ceruk gigi atas)
i) Artikulasi dorsopalatal (pangkal lidah dan langit-langit keras)
j) Artikulasi dorsovelar (pangkal lidah dan langit-langit lunak)
k) Artikulasi dorsouvular (pangkal lidah dan anak tekak)
l) Artikulasi oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
m) Artikulasi radiko faringal (akar lidah dan dinding kerongkongan)
Cara artikulasi atau cara bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan, yakni :
a) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba-tiba diletupkan sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup atau bunyi plosif.
b) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu dikeluarkan melalui rongga hidung, sehingga terjadilah bunyi nasal.
c) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil digeser atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian digeserkan atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
e) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka terjadilah bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu digetarkan sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
g) Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi kemudian diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi vokal yang dikenal juga dengan nama bunyi hampiran.
Dalam membuat klasifikasi bunyi dan klasifikasi fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara.
JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
1. Bunyi Vokal, Konsonan, dan Semi Vokal
Bunyi-bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal dibedakan berdasarkan tempat dan cara artikulasinya. Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara ke luar dari glotis (celah pita suara), lalu arus ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh posisi lidah dan bentuk mulut. Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi [u]. Sedangkan bunyi konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita suara diteruskan ke rongga mulut dengan mendapat hambatan dari artikulator aktif dan artikulator pasif. Misalnya, bunyi [b] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat hambatan pada ujung lidah (apeks) dan gigi atas; atau bunyi [g] yang mendapat hambatan pada belakang lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum). Sedangkan bunyi semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya mula-mula secara vokal lalu diakhiri secara konsonan. Karena itu, bunyi ini sering juga disebut bunyi hampiran (aproksiman). Bunyi semivokal hany ada dua yaitu bunyi [w] yang termasuk bunyi bilabial dan bunyi [y] yang termasuk bunyi laminopalatal.
Bunyi Oral dan Bunyi Nasal
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan keluarnya arus ujar. Bila arus ujar ke luar melalui rongga mulut maka disebut bunyi oral. Bila ke luar melalui rongga hidung disebut bunyi nasal. Bunyi nasal yang ada hanyalah bunyi [m] yang merupakan nasal bilabial, bunyi [n] yang merupakan nasal laminoalveolar atau apikodental, bunyi [ñ] yang merupakan nasal laminopalatal; dan bunyi [ŋ] yang merupakan nasal dorsovelar.
Bunyi Bersuara dan Bunyi tak Bersuara
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara sewaktu bunyi itu diproduksi. Bila pita suara turut bergetar pada proses pembunyian itu, maka disebut bunyi bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pita suara terbuka sedikit. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain bunyi [b], bunyi [d], dan bunyi [g]. Bila pita suara tidak bergetar disebut bunyi tak bersuara. Dalam bahasa Indonesia hanya ada empat buah bunyi tak bersuara, yaitu bunyi [s], bunyi [k], bunyi [p], dan bunyi [t].
Bunyi Keras dan Bunyi Lunak
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan ada tidaknya ketegangan kekuatan arus udara ketika bunyi ini diartikulasikan. Sebuah bunyi disebut keras (fortis) apabila terjadi karena pernafasan yang kuat dan otot tegang. Bunyi [t], [k], dan [s] adalah fortis. Sebaliknya sebuah bunyi disebut lunak (lenis) apabila terjadi karena pernafasan lembut dan otot kendur. Bunyi seperti [d], [g], dan [z] adalah lenis.
Bunyi Panjang dan Bunyi Pendek
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada lama dan tidaknya bunyi itu diartikulasikan. Baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan dapat dibagi atas bunyi panjang dan bunyi pendek. Kasus ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada dalam bahasa Latin dan bahasa Arab.
Bunyi Tunggal dan Bunyi Rangkap
Pembedaan ini berdasarkan pada hadirnya sebuah bunyi yang tidak sama sebagai satu kesatuan dalam sebuah silabel (suku kata). Bunyi vokal rangkap disebut diftong dan bunyi tungga disebut monoftong. Bunyi rangkap konsonan disebut klaster. Tempat artikulasi kedua konsonan dalam klaster berbeda.
Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan derajat kenyaringan (sonoritas) bunyi-bunyi itu yang ditentukan oleh besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu diujarkan. Bunyi vokal pada umumnya mempunyai sonoritas yang lebih tinggi daripada bunyi konsonan. Oleh karena itu, setiap bunyi vokal menjadi puncak kenyaringan setiap silabel.
Bunyi Egresif dan Bunyi Ingresif
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan dari mana datangnya arus udara dalam pembentukan bunyi itu. Kalau arus udara datang dari dalam (seperti dari paru-paru), maka bunyi tersebut disebut bunyi egresif; bila datangnya dari luar disebut bunyi ingresif.
Ada dua macam bunyi egresif, yaitu (a) bunyi egresif pulmonik, apabila arus udara itu berasal dari paru-paru; dan (b) egresif glotalik apabila arus udara itu berasal dari pangkal tenggorokan. Bunyi ingresif juga ada dua macam, yaitu bunyi ingresif glotalik yang prosesnya sama dengan bunyi egresif glotalik; hanya arus udaranya masuk dari luar. Yang kedua ialah bunyi ingresif velarik yang terjadi dengan mekanisme velarik, yakni pangkal lidah dinaikkan ke langit-langit lunak (velum).
Bunyi Segmental dan Bunyi Suprasegmental
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada dapat tidaknya bunyi itu disegmentasikan. Bunyi yang dapat disegmentasikan, seperti semua bunyi vokal dan bunyi konsonan adalah bunyi segmental; sedangkan bunyi atau unsur yang tidak dapat disegmentasikan, yang menyertai bunyi segmental itu, seperti tekanan, nada, jeda, dan durasi (pemanjangan) disebut bunyi atau unsur suprasegmental atau non segmental.
Bunyi Utama dan Bunyi Sertaan
Dalam pertuturan bunyi-bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling pengaruh-mempengaruhi baik dari bunyi yang ada sebelumnya maupun dari bunyi sesudahnya. Begitulah ketika sebuah bunyi diartikulasikan, maka akibat dari pengaruh bunyi berikutnya terjadi pulalah artikulasi lain yang disebut artikulasi sertaan atau ko-artikulasi atau artikulasi sekunder. Maka, pembedaan adanya bunyi utama dan bunyi sertaan ini didasarkan pada adanya proses artikulasi pertama, artikulasi utama, atau artikulasi primer, dan adanya artikulasi sertaan.
Bunyi-bunyi sertaan disebut juga bunyi pengiring yang muncul, antara lain, akibat adanya proses artikulasi sertaan yang disebut :
(a) Labialisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara kedua bibir dibulatkan dan disempitkan segera atau ketika bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ʷ] pada bunyi utama. Misalnya, bunyi [t] pada kata < tujuan > terdengar sebagai bunyi [tʷ] sehingga lafalnya [tʷujuan]. Jadi, bunyi [t] dikatakan dilabialisasikan.
(b) Palatalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara tengah lidah dinaikkan mendekati langit-langit keras (palatum) segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʸ]. Misalnya, bunyi [p] pada kata <piara> terdengar sebagai bunyi [pʸ] sehingga ucapannya menjadi [pʸara]. Jadi, bunyi [p] telah dipalatalisasi.
(c) Valerisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara mengangkat lidah ke arah langit-langit lunak (velum) segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˣ]. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> terdengar sebagai bunyi [mˣ], sehingga ucapannya menjadi [mˣaxluk]
(d) Retrofleksi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara ujung lidah ditarik ke belakang segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʳ]. Misalnya, bunyi [k] pada kata <kertas> terdengar sebagai bunyi [kʳ], sehingga ucapannya menjadi [kʳertas]. Jadi, bunyi [k] telah diretrofleksikan.
(e) Glotalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara glotis ditutup sesudah bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˀ]. Misalnya, bunyi [a] pada kata <akan> terdengar sebagai bunyi [aˀ], sehingga ucapannya menjadi [aˀkan].
(f) Aspirasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara arus udara yang ke luar lewat rongga mulut terlalu keras sehingga terdengar bunyi sertaan [ʰ]. Misalnya, bunyi [p] pada awal kata bahasa Inggris <peace> terdengar sebagai bunyi [pʰ], sehinga ucapannya menjadi [pʰeis].
(g) Nasalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum atau sesaat bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ ͫ ]. Hal ini biasa terjadi pada konsonan hambat bersuara, yaitu [b], [d], dan [g].
BAB III
KESIMPULAN
Dari bembahasan tadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam proses mrmproduksi bunyi bahasa dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: komponen subglotal, komponen laring, komponen supraglotal. Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia di antaranya adalah: Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas), Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas), Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah), Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas), dan masih banyak lagi.
Selanjutnya dalam membuat klarifikasi bunyi dan fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara. Bunyi bahasa berdasarkan kriteria tertentu dapat dibedakan sebagai berikut: bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal, bunyi oral dan bunyi nasal, bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara, bunyi keras dan bunyi lunak, bunyi panjang dan bunyi pendek, bunyi tunggal dan bunyi rangkap, bunyi nyaring dan tak nyaring, bunyi egresif dan bunyi ingresif, bunyi segmental dan bunyi suprasegmental, bunyi utama dan bunyi sertaan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
PROSES PEMBUNYIAN DAN JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd
Didudun oleh :
Kelompok 4
Febrianie 1610116120005
Mariyana Ulfah 1610116220006
Nur Halimah 1610116220013
Nur Hidayati 1610116220014
Nurena Mutia Puteri 1610116220015
Raudhatul Mardhiyah 1610116220019
KELAS REGULER A (A-1)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN AKADEMIK 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan masalah
Apa saja komponen-komponen dalam proses pembunyian?
Bagaimana cara bunyi bahasa itu dihasilkan?
Apa saja jenis-jenis bunyi bahasa?
Tujuan
Mengetahui proses produksi bunyi bahasa.
Mengetahui cara bunyi bahasa itu dihasilkan.
Mengetahui beragam jenis bunyi bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES PEMBUNYIAN
Alat ucap atau alat bicara dalam proses memproduksi bunyi bahasa dibagi atas tiga komponen, yaitu:
a. komponen subglotal
Komponen subglotal merupakan komponen utama yang menjadi syarat mutlak terjadinya suatu bunyi bahasa. Komponen tersebut terdiri atas paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Selain ketiga alat ucap tersebut, masih ada yang lain, yakni otot paru-paru dan rongga dada. Secara fisiologis komponen ini digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu, komponen ini disebut juga sistem pernafasan. Lalu dalam hubungannya dengan fonetik disebut sistem pernafasan subglotis. Fungsi utama komponen subglotal ini adalah “memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.
b. komponen laring
Komponan laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Dalam laring terdapat pita suara yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung. Pita suara dengan kelenturannya bisa membuka dan menutup, sehingga bisa memisahkan dan sekaligus bisa menghubungkan antara udara yang ada di paru-paru dan yang ada di mulut atau rongga hidung. Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah awal terjadinya bunyi bahasa tersebut.
c. komponen supraglotal
Komponen Supragotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi artikulator pasif.
Terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi bahasa pada umumnya dimulai dari proses pemompaan udara ke luar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan (laring) ke tenggorokan yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara itu bisa ke luar, pita suara tu harus berada dalam keadaan terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa ke luar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, arus udara tadi diteruskan ke luar ke udara bebas.
Ada empat macam posisi glotis pada pita suara yaitu pita suara dengan (a) glotis terbuka lebar, (b) glotis terbuka agak lebar, (c) glotis terbuka sedikit, dan (d) glotis tertutup rapat. Kalau glotis terbuka lebar, maka tidak terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalah posisi dalam bernafas secara normal. Kalau posisi glotis terbuka agak lebar, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara. Kalau posisi glotis terbuka sedikit maka akan terjadi bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara. Kalau posisi glotis tertutup rapat maka akan terjadi bunyi hambat glotal [?] atau lazim disebut bunyi hamzah.
Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia ialah :
a) Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas)
b) Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas)
c) Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah)
d) Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas)
e) Artikulasi apikoalveolar (ujung lidah dan ceruk gigi atas)
f) Artikulasi laminodental (daun lidah dan gigi atas)
g) Artikulasi laminopalatal (daun lidah dan langit-langit keras)
h) Artikulasi lamino alveolar (daun lidah dan ceruk gigi atas)
i) Artikulasi dorsopalatal (pangkal lidah dan langit-langit keras)
j) Artikulasi dorsovelar (pangkal lidah dan langit-langit lunak)
k) Artikulasi dorsouvular (pangkal lidah dan anak tekak)
l) Artikulasi oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
m) Artikulasi radiko faringal (akar lidah dan dinding kerongkongan)
Cara artikulasi atau cara bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan, yakni :
a) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba-tiba diletupkan sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup atau bunyi plosif.
b) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu dikeluarkan melalui rongga hidung, sehingga terjadilah bunyi nasal.
c) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil digeser atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian digeserkan atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
e) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka terjadilah bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu digetarkan sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
g) Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi kemudian diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi vokal yang dikenal juga dengan nama bunyi hampiran.
Dalam membuat klasifikasi bunyi dan klasifikasi fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara.
JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
1. Bunyi Vokal, Konsonan, dan Semi Vokal
Bunyi-bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal dibedakan berdasarkan tempat dan cara artikulasinya. Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara ke luar dari glotis (celah pita suara), lalu arus ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh posisi lidah dan bentuk mulut. Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi [u]. Sedangkan bunyi konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita suara diteruskan ke rongga mulut dengan mendapat hambatan dari artikulator aktif dan artikulator pasif. Misalnya, bunyi [b] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat hambatan pada ujung lidah (apeks) dan gigi atas; atau bunyi [g] yang mendapat hambatan pada belakang lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum). Sedangkan bunyi semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya mula-mula secara vokal lalu diakhiri secara konsonan. Karena itu, bunyi ini sering juga disebut bunyi hampiran (aproksiman). Bunyi semivokal hany ada dua yaitu bunyi [w] yang termasuk bunyi bilabial dan bunyi [y] yang termasuk bunyi laminopalatal.
Bunyi Oral dan Bunyi Nasal
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan keluarnya arus ujar. Bila arus ujar ke luar melalui rongga mulut maka disebut bunyi oral. Bila ke luar melalui rongga hidung disebut bunyi nasal. Bunyi nasal yang ada hanyalah bunyi [m] yang merupakan nasal bilabial, bunyi [n] yang merupakan nasal laminoalveolar atau apikodental, bunyi [ñ] yang merupakan nasal laminopalatal; dan bunyi [ŋ] yang merupakan nasal dorsovelar.
Bunyi Bersuara dan Bunyi tak Bersuara
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara sewaktu bunyi itu diproduksi. Bila pita suara turut bergetar pada proses pembunyian itu, maka disebut bunyi bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pita suara terbuka sedikit. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain bunyi [b], bunyi [d], dan bunyi [g]. Bila pita suara tidak bergetar disebut bunyi tak bersuara. Dalam bahasa Indonesia hanya ada empat buah bunyi tak bersuara, yaitu bunyi [s], bunyi [k], bunyi [p], dan bunyi [t].
Bunyi Keras dan Bunyi Lunak
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan ada tidaknya ketegangan kekuatan arus udara ketika bunyi ini diartikulasikan. Sebuah bunyi disebut keras (fortis) apabila terjadi karena pernafasan yang kuat dan otot tegang. Bunyi [t], [k], dan [s] adalah fortis. Sebaliknya sebuah bunyi disebut lunak (lenis) apabila terjadi karena pernafasan lembut dan otot kendur. Bunyi seperti [d], [g], dan [z] adalah lenis.
Bunyi Panjang dan Bunyi Pendek
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada lama dan tidaknya bunyi itu diartikulasikan. Baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan dapat dibagi atas bunyi panjang dan bunyi pendek. Kasus ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada dalam bahasa Latin dan bahasa Arab.
Bunyi Tunggal dan Bunyi Rangkap
Pembedaan ini berdasarkan pada hadirnya sebuah bunyi yang tidak sama sebagai satu kesatuan dalam sebuah silabel (suku kata). Bunyi vokal rangkap disebut diftong dan bunyi tungga disebut monoftong. Bunyi rangkap konsonan disebut klaster. Tempat artikulasi kedua konsonan dalam klaster berbeda.
Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan derajat kenyaringan (sonoritas) bunyi-bunyi itu yang ditentukan oleh besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu diujarkan. Bunyi vokal pada umumnya mempunyai sonoritas yang lebih tinggi daripada bunyi konsonan. Oleh karena itu, setiap bunyi vokal menjadi puncak kenyaringan setiap silabel.
Bunyi Egresif dan Bunyi Ingresif
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan dari mana datangnya arus udara dalam pembentukan bunyi itu. Kalau arus udara datang dari dalam (seperti dari paru-paru), maka bunyi tersebut disebut bunyi egresif; bila datangnya dari luar disebut bunyi ingresif.
Ada dua macam bunyi egresif, yaitu (a) bunyi egresif pulmonik, apabila arus udara itu berasal dari paru-paru; dan (b) egresif glotalik apabila arus udara itu berasal dari pangkal tenggorokan. Bunyi ingresif juga ada dua macam, yaitu bunyi ingresif glotalik yang prosesnya sama dengan bunyi egresif glotalik; hanya arus udaranya masuk dari luar. Yang kedua ialah bunyi ingresif velarik yang terjadi dengan mekanisme velarik, yakni pangkal lidah dinaikkan ke langit-langit lunak (velum).
Bunyi Segmental dan Bunyi Suprasegmental
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada dapat tidaknya bunyi itu disegmentasikan. Bunyi yang dapat disegmentasikan, seperti semua bunyi vokal dan bunyi konsonan adalah bunyi segmental; sedangkan bunyi atau unsur yang tidak dapat disegmentasikan, yang menyertai bunyi segmental itu, seperti tekanan, nada, jeda, dan durasi (pemanjangan) disebut bunyi atau unsur suprasegmental atau non segmental.
Bunyi Utama dan Bunyi Sertaan
Dalam pertuturan bunyi-bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling pengaruh-mempengaruhi baik dari bunyi yang ada sebelumnya maupun dari bunyi sesudahnya. Begitulah ketika sebuah bunyi diartikulasikan, maka akibat dari pengaruh bunyi berikutnya terjadi pulalah artikulasi lain yang disebut artikulasi sertaan atau ko-artikulasi atau artikulasi sekunder. Maka, pembedaan adanya bunyi utama dan bunyi sertaan ini didasarkan pada adanya proses artikulasi pertama, artikulasi utama, atau artikulasi primer, dan adanya artikulasi sertaan.
Bunyi-bunyi sertaan disebut juga bunyi pengiring yang muncul, antara lain, akibat adanya proses artikulasi sertaan yang disebut :
(a) Labialisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara kedua bibir dibulatkan dan disempitkan segera atau ketika bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ʷ] pada bunyi utama. Misalnya, bunyi [t] pada kata < tujuan > terdengar sebagai bunyi [tʷ] sehingga lafalnya [tʷujuan]. Jadi, bunyi [t] dikatakan dilabialisasikan.
(b) Palatalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara tengah lidah dinaikkan mendekati langit-langit keras (palatum) segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʸ]. Misalnya, bunyi [p] pada kata <piara> terdengar sebagai bunyi [pʸ] sehingga ucapannya menjadi [pʸara]. Jadi, bunyi [p] telah dipalatalisasi.
(c) Valerisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara mengangkat lidah ke arah langit-langit lunak (velum) segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˣ]. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> terdengar sebagai bunyi [mˣ], sehingga ucapannya menjadi [mˣaxluk]
(d) Retrofleksi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara ujung lidah ditarik ke belakang segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʳ]. Misalnya, bunyi [k] pada kata <kertas> terdengar sebagai bunyi [kʳ], sehingga ucapannya menjadi [kʳertas]. Jadi, bunyi [k] telah diretrofleksikan.
(e) Glotalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara glotis ditutup sesudah bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˀ]. Misalnya, bunyi [a] pada kata <akan> terdengar sebagai bunyi [aˀ], sehingga ucapannya menjadi [aˀkan].
(f) Aspirasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara arus udara yang ke luar lewat rongga mulut terlalu keras sehingga terdengar bunyi sertaan [ʰ]. Misalnya, bunyi [p] pada awal kata bahasa Inggris <peace> terdengar sebagai bunyi [pʰ], sehinga ucapannya menjadi [pʰeis].
(g) Nasalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum atau sesaat bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ ͫ ]. Hal ini biasa terjadi pada konsonan hambat bersuara, yaitu [b], [d], dan [g].
BAB III
KESIMPULAN
Dari bembahasan tadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam proses mrmproduksi bunyi bahasa dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: komponen subglotal, komponen laring, komponen supraglotal. Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia di antaranya adalah: Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas), Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas), Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah), Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas), dan masih banyak lagi.
Selanjutnya dalam membuat klarifikasi bunyi dan fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara. Bunyi bahasa berdasarkan kriteria tertentu dapat dibedakan sebagai berikut: bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal, bunyi oral dan bunyi nasal, bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara, bunyi keras dan bunyi lunak, bunyi panjang dan bunyi pendek, bunyi tunggal dan bunyi rangkap, bunyi nyaring dan tak nyaring, bunyi egresif dan bunyi ingresif, bunyi segmental dan bunyi suprasegmental, bunyi utama dan bunyi sertaan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kamis, 09 Maret 2017
Tugas fonologi kelompok 3
TRANSKRIPSI FONETIK DAN ALAT UCAP
DOSEN PEMBIMBING: NOOR CAHAYA, M.PD
MATA KULIAH: FONOLOGI
Disusun oleh:
Kelompok 3
AKBAR RIZKY SHOLEH (1610116210001)
AHMAD FITRIADI (1610116110001)
KHOIFATUL ISLAMIYAH (161011622005)
HAMDIAH (1610116120008)
NIA LARASWATI (1610116220011)
NUR AISYAH (1610116120011)
NUR HALISA (1610116120012)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang transkripsifonetikdanalatucap. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Noor Cahaya, M.Pdyang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai transkripsi fonetik dan alatucap. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saranyangmembangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Banjarmasin, 5 Maret 2017
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL…….……………………………………………..……………………………………………i
KATA PENGANTAR….….………………………………………...………………..……..…….………...….…..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………...…………………...…………………....………iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………….…………………………..…………...………………………...………….1
LATAR BELAKANG…….…..…....…………………………………………….…….………..….…..1
RUMUSAN MASALAH…..……………..…………………………….…………….…..……..…...1
TUJUAN…….………………....………………..…………………………..……….……...…………..1
BAB 2 PEMBAHASAN……..………….……………….………..……….………………………………….……2
TRANSKRIPSI FONETIK………………………………………………………………………………...2
TUJUAN TRANSKRIPSI………………………………………………………………………………….3
ALAT UCAP.................................................................................................................................................4
BAB 3 PENUTUPAN……………………….…………………………..…………………………………....5
KESIMPULAN………………………………………………………………………..……………………6
KRITIK DAN SARAN....……………...…………………………….………………..………7
BAB 4 DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Fonetik atau fonetika adalah bagian ilmu dalam linguistik yang mempelajari bunyi yang diproduksi oleh manusia. Dalam kajian fonetik, perumusan masalah adalah bagaimana suatu bunyi dihasilkan atau dilafazkan. Sedangkan dalam kajian fonemik mempelajari bagaimana suatu fonem dapat berpengaruh terhadap bentuk kata dan konteks makna. Dalam pembahasan bahasa, bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi, bekerja sama, berinteraksi, dan berinterelasi antar anggota masyarakat.
Keberadaan bahasa ini dunia berbeda-beda, karena perbedaan regionall, social, dan tempo (konteks penggunaan bahasa). Pengguna kosakata tertentu akan berpengaruh terhadap bagaimana kosakata tersebut di lafazkan, diintonasikan dan bagaimana kecenderungan terhadap penekanan bunyinya.
Bagian dari Tatabahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam ilmu bahasa disebut fonologi. Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Hal-hal yang dibahas dalam fonologi antara lain sebagai berikut: Bunyi Ujaran, Fonetik dan Fonemik, Alat ucap, Pita Suara, Vokal, Konsonan, Perubahan Fonem, Intonasi, dll. Namun pada makalah ini penulis hanya akan membahas tentang alat ucap manusia adallah hal yang paling dasar dalam ilmu fonologi tetapi masih banyak mahasiswa yang kurang paham memhami pengertian alat ucap serta bagaimana proses alat ucap itu menghasilkan sebuah bunyi yang terstruktur dan memiliki arti.
RUMUSAN MASALAH
Apakah transkripsi fonetik itu?
Apatujuan transkripsi fonetik?
Apa saja yang termasuk alat ucap?
Bagaimana cara kerja alat ucap?
TUJUAN
Untuk memahami pengertian fonetik.
Untuk memahami tujuan transkripsi fonetik.
Untuk memahami tentang alat ucap.
Untukmengetahui cara kerja alat ucap.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Transkripsi Fonetik
Transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Huruf fonetik ini dibuat berdasarkan huruf (alphabet) Latin yang dimodifikasikan, atau diberi tanda-tanda diakritik. Misalnya, huruf vokal hanya ada lima buah, yaitu , , , , , padahal fonem bahasa Indonesia saja ada enam buah, yaitu /a/ ; /i/ ; /e/ ; /ϑ/ ; /u/ ; dan /o/.
Secara leksikolografis transkripsi adalah penyalinan teks dengan mengubah ejaannya ke dalam ejaan lain untuk menunjukkan lafal bunyi unsure bahasa yang bersangkutan yang selanjutnya dibagi atas:
transkripsi berurutan, yakni transkripsi fonetis dari teks yang berurutan dan bukan kata-kata lepas
transkripsi fonemis, yakni transkripsi yang menggunakan satu lambing untuk menggambarkan satu fonem tanpa melihat perbedaan fonetisnya
transkripsi fonetis, yakni transkripsi yang berusaha menggambarkan bunyi secara sangat teliti
transkripsi kasar, yakni transkripsi foonetis yang menggunakan lambing terbatas berdasarkan analisis fonemis yang dipergunakan sebagai system aksara yang mudah dibaca
Cara penyalinan bunyi-bunyi bahasa ke dalam lambang-lambang tertentu, disebut transkripsi fonetik. Transkripsi fonetik hendaknya kita bedaan dari ejaan. Seperti telah diketahui, ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu; 1974 : 17). Dengan demikian huruf bukanlah wujud transkripsi fonetik. Misalnya sebuah kalimat yang berbunyi Saya Mahasiswa IKIP Gorontalo. Ejaannya boleh kita tulis, saya mahasiswa IKIP Gorontalo, transkripsi fonetiknya mungkin sama dengan tulisan pada ejaan ini, tetapi mungkin juga akan berbeda sama sekali. Yang penting bagaimana menyalin bunyi-bunyi itu ke dalam lambing-lambang yang sesuai dengan keadaan sebenarnya, itulah yang menjadi tugas transkripsi fonetik.
Di bawah ini dikutip simbol-simbol fonetik baik vokal maupun konsonan sesuai dengan prinsip IPA (lihat, IPA;1975:8-9 dan 11-12). Simbol untuk vocal :
i misalnya, dalam kata Inggris : see, bahasa Indonesia : itu
e misalnya, dalam kata Inggris : day, bahasa Indonesia meja
simbol untuk konsonan :
r misalnya, dalam kata Inggris : pare
s misalnya, dalam kata Inggris : see
v misalnya, dalam kata Inggris : vague
Bunyi-bunyi vocal:
[i]Vokal depan, tinggi (atas), tak bundar, tertutup.Contoh kata ini;[i-ni], ibu;[i-bu], cari;[ca-ri], lari;[la-ri]
[ I ]Vokal depan, tinggi (bawah), tak bundar, tertutup.Contoh kata pinggir;[pIng-gIr], adik;[a-dI?]
[u]Vokal belakang, tinggi (atas), bundar, tertutup.Contoh kata udara;[u-da-ra], utara;[u-ta-ra]
[U]Vokal belakang, tinggi (bawah), bundar, tertutup.Contoh kata ukur;[u-kUr], urus;[u-rUs], turun;[tu-rUn]
[e]Vokal depan, sedang (atas), tak bundar, semi tertutup.Contoh kata ekor ; [e-kor]
[ɛ]Vokal depan, sedang (bawah), tak bundar, semi terbuka.Contoh kata nenek;[ne-nɛ?], dendeng ; [dɛn-dɛŋ]
[ə]Vokal tengah, sedang, tak bundar, semi tertutup.Contoh kata elang;[ə-laŋ], emas;[ə-mas]
[o]Vokal belakang, sedang (atas), bundar, semi tertutup.Contoh kata toko;[to-ko]
[ɔ]Vokal belakang, sedang (bawah), bundar, semi terbuka.Contoh kata tokoh;[to-kɔh]
[a]Vokal belakang, rendah, netral, terbuka.Contoh kata cari ; [ca-ri]
Bunyi-bunyikonsonan:
[b]Bunyi bilabial, hambat, bersuaracontoh kata baru, abu
[p]Bunyi bilabial, hambat, tak bersuaracontoh kata pita, apa, tetap
[m]Bunyi bilabial, nasal, bersuaracontoh kata mana, lama, malam
[w]Bunyi bilabial, semi vokal, bersuaracontoh kata warna, waktu, awan
[v]Bunyi labiodental, geseran, bersuaracontoh kata veteran, devisa
[f]Bunyi labiodental, geseran, tak bersuaracontoh kata fajar, nafas, taraf
[d]Bunyi apikoalveolar, hambat, bersuaracontoh kata datang ; [da-taŋ]
[t]Bunyi apikoalveolar, hambat, tak bersuaracontoh kata peta ; [pə-ta]
[n]Bunyi apikoalveolar, nasal, bersuaracontoh kata nama, ini, saran
[l]Bunyi apikoalveolar, sampingan, bersuaracontoh kata ama, pula, asal
[r]Bunyi apikoalveolar, getar, bersuaracontoh kata segar ; [sə-gar]
[z]Bunyi laminoalveolar, geseran, bersuaracontoh kata lezat ; [lə-zat]
[ñ]Bunyi laminopalatal, nasal, bersuaracontoh kata nyaring ; [ña-rIŋ]
[ ǰ ]Bunyi laminopalatal, paduan, bersuaracontoh kata jurang ; [ju-raŋ]
[č]Bunyi laminopalatal, paduan, tak bersuaracontoh kata cara, baca
[š]Bunyi laminopalatal, geseran, bersuaracontoh kata syarat
[s]Bunyi laminopalatal, geseran, tak bersuaracontoh kata sama, nasi
[g]Bunyi dorsovelar, hambat, bersuaracontoh kata gaya, tiga
[k]Bunyi dorsovelar, hambat, tak bersuaracontoh kata kaca, saku
[ŋ]Bunyi dorsovelar, nasal, bersuaracontoh kata langit ; [la-ŋIt]
[x]Bunyi dorsovelar, geseran, bersuaracontoh kata khidmat, akhirat
[h]Bunyi laringal, geseran, bersuaracontoh kata hemat, bahan, indah
[Ɂ]Bunyi hambat, glotal, bersuaracontoh kata bak, pak, rakyat
[ baɁ, paɁ, raɁ-yat ]
Berikut contoh transkripsi fonetik,yaitu:
Saya ingin menjadi guru yang handal.[saya iŋIn mәñjadi guru yaŋ handal]
Mereka tidak suka kue yang manis.[mәrЄka tida? suka kuwe yaŋ manIs]
Kami menghadiri acara pesta ulang tahun.[kami mәŋhadiri acara pЄsta ulaŋ tahUn]
Ibu menyiapkan makan malam untuk keluarganya.[ibu mәñiyapkan makan malam untU? kәluwargaña]
Ayah sedang bercocok tanam di sawah.[ayah sәdaŋ bәrcﬤcﬤ? tanam di sawah]
Adik ingin dibelikan boneka beruang baru.[adI? iŋIn dibәlikan bﬤnЄka bәruwaŋ baru]
Budi dan Anggi belajar kelompok di rumahnya Andi.[budi dan aŋgi bәlajar kәlﬤmpﬤ? di rumahña andi]
Ika tidak masuk sekolah karena sakit.[ika tida? masU? sәkﬤlah karәna sakIt]
Kita akan segera sampai ke tempat tujuan.[kita akan sәgәra sampay kә tәmpat tujuwan]
Dosen itu tidak mengajar di kelas kami tadi siang.[dﬤsЄn itu tida? mәŋajar di kәlas kami tadi siyaŋ]
Rini, dika dan ani berangkat sekolah pukul enam pagi.[rini, dika dan ani bәraŋkat sәkﬤlah pukUl әnam pagi]
Ahmad mendapat julukansebagai orang yang ringantangan. [ahmad mәndapat julukan sәbagayﬤraŋ yaŋ riŋantaŋan]
Remaja zaman sekarang kurang memperhatikan normaagama.[rәmaja zaman sәkaraŋ kuraŋ mәmpәrhatikan nﬤrmaagama]
Berat badan Anwar bertambah lima kilo.[bәrat badan anwar bәrtambah lima kilo]
Kami merasa khawatir dengan kondisi kesehatanmu.[kami mәrasa xawatIr dәŋan kﬤndisi kәsЄhatanmu]
B. Tujuan Transkripsi
Secara etimologi bahwa transkripsi berasal dari “trans” pindah, mengubah, memindah, dan “skripsi”, tulisan. Maksud tindakan memindah dari lisan. Kegiatan ini membutuhkan latihan yang terus menerus sebab, kemahiran menulis fonetis akan muncul secara baik bila seseorang menggadakan latihan secara kontinu.
Tulisan fonetis mempergunakan lambang bunyi bahasa yang sudah ada dalam bab bunyi bahasa segmental. Selanjutnya di perhatikan bunyi suprasegmentalnya. Tulisan fonetis dibuat untuk menyarankan bunyi bahasa. Artinya, apabila tulisan tersebut dibaca, terdengar ucapan yang pernah didengar sebelumnya.
Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis (soeparno, 2002). Selain ada juga yang mendefinisikan bahwa trranskripsi adalah tuturan atau pengubahan teks dengan tujuan untuk menyarankan lafal bunyi, fonem, morfem, atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya (Marsono, 1993). Tujuan untuk mencatatsetepat mungkin semua ciri dari ucapan atau seperangkat ucapan yang dapat didengar dan dikenal oleh penulis di dalam arus ujar. Selain itu transkripsi juga digunakan untuk mengetahui perbedaan yang halus dari beberapa ucapan dialek-dialek (Samsuri, 1974).
Abjad fonetis tersebut bersifat konvesional, dan konvensin yang paling luas merupakan konvensi internasional. Organisasi fonetik internasional The Internasional Phonetic Association (IPA), yaitu persatuan para guru bahasa yang berdiri sejak akhir abad ke-19, yang didirikan untuk mempopulerkan metode baru dalam pengajaran bahasa yang lebih menekankan pada pengajaran bahasa lisan, telah berhasil menetapkan symbol fonetik internasional yang disebut The Internasional Phonetic Alphabets (IPA).
C. Alat Ucap
Alat ucap adalah organ pada tubuh manusia yang berfungsi dalam pengucapan bunyi bahasa. Organ-organ yang terlibat antara lain adalah paru-paru, laring, faring, rongga hidung, rongga mulut, bibir, gigi, lidah, alveolum, palatum, velum, dan uvula.
Alat ucap terbagi dua yaitu artikulator pasif dan artikulator aktif. Artikulator pasif adalah organ-organ yang tak bergerak sewaktu terjadi artikulasi suara seperti bibir atas, gigi atas dan alveolum. Artikulator aktif bergerak ke arah artikulator pasif untuk menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan berbagai cara. Artikulator aktif utama adalah lidah, uvula, dan rahang bawah (termasuk gigi bawah dan bibir bawah).
Alat-alat ucap manusia yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa (fon) dibedakan menjadi tiga bagian yakni (1) artikulator; (2) titik artikulasi; dan (3) alat-alat lain yang mendukung proses terjadinya bunyi bahasa.
1) Artikulator
Artikulator ialah alat-alat bicara manusia yang dapat bergerak secara leluasa dan dapat menyentuh bagian-bagian alat ucap yang lain (titik artikulasi) serta dapat membentuk bermacam-macam posisi. Alat bicara semacam ini terletak di bagian bawah atau rahang bawah.
Alat-alat ucap yang termasuk artikulator antara lain:
a) bibir bawah (labium);
b) gigi bawah (dentum);
c) ujung lidah (apeks);
d) depan lidah (front of the tongue);
e) tengah lidah (lamino);
f) belakang lidah (dorsum); dan
g) akar lidah.
2) Titik Artikulasi
Titik artikulasi ialah alat-alat bicara manusia yang menjadi pusat sentuhan dan bersifat statis. Alat-alat ini terdapat di bagian atas atau rahang atas. Alat-alat ucap yang termasuk pada bagian ini antara lain:
a) bibir atas (labium);
b) gigi atas (dentum);
c) lengkung kaki gigi atas (alveolum);
d) langut-langit keras (palatum);
e) langit-langit lunak (velum); dan
f) anak tekak (uvula).
3) Alat-alat Lain
Alat-alat lain yang dimaksudkan ialah alat bicara selain artikulator dan titik artikulasi yang dapat menunjang proses terjadinya bunyi bahasa. Yang termasuk alat-alat lain antara lain:
a\) hidung (nose);
b)rongga hidung (nasal cavity);
c) rongga mulut (oral cavvity);
d) pangkal kerongkongan (faring);
e) katup jakun (epiglotis);
f) pita suara;
g) pangkal tenggorokan (laring);
h) batang tenggorokan (trachea);
i) paru-paru;
j) sekat rongga dada (diafragma);
k) saraf diafragma;
l) selaput rongga dada (pleural cavity); dan
m) bronchus.
2.Fungsi Alat-Alat Bicara
Alat bicara manusia antara satu dengan yang lain saling berhubungan untuk membentuk bunyi bahasa. Dengan demikian fungsi masing-masing alat bicara kemungkinan ada sangkut pautnya dengan alat lain. Berikut ini adalah fungsi-fungsi yang dimaksud.
1) Paru-paru
Paru-paru mempunyai tugas bersama dengan diafragma untuk menghembuskan udara ke luar sehingga menimbulkan bunyi bahasa. Paru-paru biasa disebut sebagai motor penggerak alat bicara.
2) Pita Suara
Pita suara ini tempatnya di bawah jakun yang terdiri atas sepasang pita. Di tengah-tengah pita suara ini ada celah yang bisa melebar dan menyempit. Celah pita suara ini lebih dikenal dengan sebutan glotis. Pita suara manusia dapat berubah-ubah posisinya, antara lain sebagai berikut ini.
a) posisi terbuka lebar
Posisi seperti ini tidak menghasilkan bunyi bahasa dart terjadi pada pernafasan normal saja.
b) posisi agak menyempit
posisi seperti ini akan menghasilkan bunyi tak bersuara, misalnya: [p], [t], [k], [c].
c) posisi menyempit
posisi ini akan menghasilkan bunyi bahasa bersuara, misalnya [b], [d], [g], [j].
d) posisi tertutup
posisi ini akan menghasilkan bunyi bahasa hamzah atau glotal stop, misalnya [h], dan [?].
3) Laring
Di dalam alert ini terdapat pita suara (vocal cord) yang melintang dari arah depan ke belakang. Dengan demikian fungsi alat ini ialah untuk meneruskan aliran udara yang berhembus dari paru-paru ke faring.
4) Faring
Fungsi alat ini yang utama ialah meneruskan aliran udara dari Pita suara. Akan tetapi alat ini bisa membentuk bunyi bahasa hamzah setelah bersentuhan dengar akar lidah (radik) sehingga bunyi semacam ini disebut bunyi faringal.
5) Lidah
Lidah merupakan salah satu artikulator yang sangat penting di dalam proses pembentukan bunyi bahasa. Pentingnya lidah ini bisa dilihat dari bunyi yang dihasilkannya bisa berupa vokal dan, konsonan. Vokal dihasilkan oleh gerak perpindahan posisi lidah tanpa bersentuhan dengan titik artikulasi. Jika gerak-gerak perpindahan posisi ini bersentuhan dengan titik artikulasi, maka akan menghasilkan bunyi konsonan.
6) Bibir
Ada beberapa bunyi bahasa yang dihasilkan oleh sentuhan baik secara langsung atau tidak oleh bibir manusia. Bunyi [p, b] terjadi karena sentuhan antara bibir bawah dengan bibir atas sehingga aliran udara tertahan sebentar. Selanjutnya aliran udara tersebut dihembuskan sampai terdengarnya bunyi tersebut. Bunyi [p,b] dalam fonetik disebut bunyi bilabial, sebab terjadi karena sentuhan kedua bibir yaitu bibir atas dan bibir bawah. Selain itu, kedua bunyi itu dapat dinamai stop bilabial.
3.Cara Kerja Alat-Alat Bicara
1.Paru-Paru (Lung)
Paru-paru adalah sumber arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa. Namun, perlu diketahui juga bahwa bunyi bahasa dapat juga dihasilkan dengan arus udara yang datang dari luar mulut. Kalau arus udara datang dari paru-paru disebut arus udara agresif, dan kalau udara datang dari luar disebut udara ingresif. Perlu diketahui juga selama ini dalam bahasa Indonesia tidak ada bunyi yang dihasilkan dengan udara ingresif itu.
2.Pangkal Tenggorok (laring), pita suara, glotis, dan epiglotis
Pangkal tenggorok adalah sebuah rongga pada ujung saluran pernafasan yang ujungnya ada sepasang pita suara. Pita suara ini dapat terbuka lebar , terbuka agak lebar, terbuka sedikit, dan tertutup rapat, sesuai dengan arus udara yang dihembuskan keluar. Celah diantara pita suara itu disebut glotis. Pada glotis inilah awal terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi itu. Bila glotis dalam keadaan terbuka lebar, tidak ada bunyi bahas yang dihasilkan, selain desah nafas. Bila glotis dalam keadaan terbuka agak lebar akan terjadi bunyi tak bersuara. Bila glotis dalam keadaan terbuka sedikit akan terjadi bunyi bersuara. Lalu, bila glotis dalam keadaan tertutup rapat akan terjadi bunyi hamzah atau bunyi hambat glotal. Proses pembunyian ini dibantu oleh epiglotis (katup pangkal tenggorok) yang bertugas menutup dan membuka jalan nafas (jalan udara dari dan ke paru-paru) dan jalan makanan/minuman ke arah pencernaan.
3.Rongga Kerongkongan (faring)
Faring atau rongga kerongkongan adalah sebuah rongga yang terletak diantara pangkal tenggorok dengan rongga mulut dan rongga hidung. Faring berfungsi sebagai “tabung udara” yang akan ikut bergetar bila pita suara bergetar. Bunyi bahasa yang dihasilkan disebut bunyi faringal.
4.Langit-Langit Lunak (Venum), anak tekak (uvula) dan pangkal lidah (dorsum)
Velum atau langit-langit lunak dan bagian ujungnya yang disebut uvula (anak tekak) dapat turun naik untuk mengatur arus udara keluar masuk melalui rongga hidung atau rongga mulut.Uvula akan merapat ke dinding faring kalau arus udara keluar melalui rongga mulut, dan akan menjauh dari dinding faring kalau arus udara keluar melalui rongga hidung. Bunyi yang dihasilkan kalau udara keluar melalui rongga hidung disebut bunyi nasal dan kalau udara keluar melalui rongga mulut disebut oral. Bunyi yang dihasilkan dengan velum sebagai artikulator pasif dan dorsum sebagai artikulator aktif disebut bunyi dorsovelar, dari gabungan kata dorsum dan velum. Sedangkan yang dihasilkan oleh uvula disebut bunyi uvular.
5.Langit-Langit keras (palatum), ujung lidah (apeks), dan daun lidah (laminnum)
Dalam pembentukan bunyi-bunyi bahasa, langit-langit keras (palatum) berlaku sebagai pasif (artikulator yang diam, tidak bergerak) dan yang menjadi artikulator aktifnya adalah ujung lidak (apeks) atau daun lidah (laminum).Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh palatum dan apeks disebut bunyi apikopalatal.Sedangkanyang dihasilakan oleh palatum dana laminum disebut bunyi laminopalatal.
6.Ceruk gigi (alveolum), apeks, dan daun lidah (laminum)
Dalam pembentukan bunyi bahasa, alveolum sebagai artikulator pasif dan apeks atau laminum sebagai artikulator aktifnya.Bunyi yang dihasilkan oleh alveolum dan apeks disebut bunyi apikoalveolar.Lalu, yang dihasilkan oleh alveolum dan laminum disebut bunyi laminoalveolar.
7.Gigi (dentum), Ujung lidah (apeks), dan bibir (labium)
Dalam produksi bunyi bahasa, gigi atas dapat berperan sebagai artikulator pasif, yang menjadi artikulator aktifnya adalah apeks atau bibir bawah.Bunyi yang dihasilkan oleh gigi atas dan apeks disebut bunyi apikodental dan yang dihasilakan oleh gigi atasa dan bibir bawah disebut bunyi labiodental.Dalam hal ini ada juga bunyi interdental dimana apeks sebagai artikulator aktif berada diantara gifi atas dan gigi bawah yang menjadi artikulator pasifnya.
8.Bibir bawah dan bibir atas
Dalam pembentukan bunyi bahasa bibir atas bisa menjadi artikulator pasif dan bibir bawah menjadi artikulator aktif.Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi bilabial.Bibir bawah bisa juga menjadi artikulator pasifnya.Lalu, bunyi yang dihasilkan disebut bunyi labiodental, dari kata labium dan dentum.
9.Lidah (tongue)
Lidah terbagi atas empat bagian, yaitu ujung lidah (apeks), daun lidah (laminum), punggung atau pangkal lidah (dorsum), dan akar lidah (root).Lidah dengan bagian-bagiannya dalam pembentukan bunyi bahasa selalu menjadi artikulator pasifnya adalah alat-alat ucap yang terdapat pada rahang atas.
10.Mulut dan rongga mulut
Rongga mulut dengan kedua belah bibir (atas dan bawah) berperan dalam pembentukan bunyi vokal.kalau bentuk mulut membundar maka akan dihasilkan bunyi vokal bundar atau bulat.kalau bentuk mulut tidak bundar atau melebar akan dihasilkan bunyi vokal tidak bundar.Sebagai umum bunyi yang dihasilkan dirongga mulut disebut bunyi oral, sebagai lawan bunyi nasal yang dihasilkan melalui rongga hidung.
11.Rongga Hidung
Bunyi bahasa yang dihasilkan melalui rongga hidung disebut bunyi nasal.Bunyi nasal ini dihasilakan dengan cara menutup rapat-rapat arus udara dirongga mulut, dan menyalurkan keluar melalui rongga hidung.Yang ada dalam bahasa indonesia adalah bunyi nasal bilabial, bunyi nasal apikeolveaolar bunyi nasal laminopalatal, dan bunyi nasal dorsovelar.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Secara etimologis, bahwa transkripsi berasal dari “trans” pindah, mengubah, memindah dan “skripsi”, tulisan. Maksud tindakan memindah dari lisan. Kegiatan ini membutuhkan latihan yang terus menerus sebab, kemahiran menulis fonetis akan muncul secara baik bila seseorang menggadakan latihan secara kontinu.Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis (soeparno, 2002). Selain ada juga yang mendefinisikan bahwa trranskripsi adalah tuturan atau pengubahan teks dengan tujuan untuk menyarankan lafal bunyi, fonem, morfem, atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya (Marsono, 1993). Tujuan untuk mencatat setepat mungkin semua ciri dari ucapan atau seperangkat ucapan yang dapat didengar dan dikenal oleh penulis di dalam arus ujar.
Transkripsi fonetis adalah perekaman bunyi dalam bentuk lambang tulis. Lambang tulis atau lambang fonemis yang sering dipakai adalah lambang bunyi yang ditetapkan oleh The Internasional Phonetic Association (IPA).
Secara garis besar Alat-alat ucap manusia yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa (fon) dibedakan menjadi tiga bagian yakni (1) artikulator; (2) titik artikulasi; dan (3) alat-alat lain yang mendukung proses terjadinya bunyi bahasa.
Kemudian Alat bicara manusia antara satu dengan yang lain saling berhubungan untuk membentuk bunyi bahasa. Dengan demikian fungsi masing-masing alat bicara kemungkinan ada sangkut pautnya dengan alat lain yaitu: paru-paru, pita suara, laring, faring, lidah, dan bibir.
KRITIK DAN SARAN
Bahasa merupakan suatu alat untuk berkomunikasi, bekerjasama, berinteraksi, dan berinterelasi, apabila terjadi kesalahan atau tidak jelasnya pengartikulasian, sehingga maksud dan tujuan sebenarnya mengalami pergeseran arti makna alangkah baiknya kita memperbaikinya dengan banyak latihan pengartikulasikan dengan memperhatikan strukturpembangunan bahasa tersebut: fonem, morfem, frase, klausa, dan kalimat dalam kaitan sintaksis-semantik.
Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen. Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu datangnya dari kami sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA
http://karya-ilmiah.com/makalah-transkripsi-fonetik/
http://m.kompasiana.com/santuso/contoh-transkripsi-fonetis-bahasa-indonesia_54f9000ca33311f8478b4856
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Alat_ucap
http://tugassemesterdua.blogspot.co.id/2015/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
http://plus.google.com/113781833232270401079/posts/ZaBFuhcjFbH
DOSEN PEMBIMBING: NOOR CAHAYA, M.PD
MATA KULIAH: FONOLOGI
Disusun oleh:
Kelompok 3
AKBAR RIZKY SHOLEH (1610116210001)
AHMAD FITRIADI (1610116110001)
KHOIFATUL ISLAMIYAH (161011622005)
HAMDIAH (1610116120008)
NIA LARASWATI (1610116220011)
NUR AISYAH (1610116120011)
NUR HALISA (1610116120012)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang transkripsifonetikdanalatucap. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Noor Cahaya, M.Pdyang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai transkripsi fonetik dan alatucap. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saranyangmembangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Banjarmasin, 5 Maret 2017
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL…….……………………………………………..……………………………………………i
KATA PENGANTAR….….………………………………………...………………..……..…….………...….…..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………...…………………...…………………....………iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………….…………………………..…………...………………………...………….1
LATAR BELAKANG…….…..…....…………………………………………….…….………..….…..1
RUMUSAN MASALAH…..……………..…………………………….…………….…..……..…...1
TUJUAN…….………………....………………..…………………………..……….……...…………..1
BAB 2 PEMBAHASAN……..………….……………….………..……….………………………………….……2
TRANSKRIPSI FONETIK………………………………………………………………………………...2
TUJUAN TRANSKRIPSI………………………………………………………………………………….3
ALAT UCAP.................................................................................................................................................4
BAB 3 PENUTUPAN……………………….…………………………..…………………………………....5
KESIMPULAN………………………………………………………………………..……………………6
KRITIK DAN SARAN....……………...…………………………….………………..………7
BAB 4 DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Fonetik atau fonetika adalah bagian ilmu dalam linguistik yang mempelajari bunyi yang diproduksi oleh manusia. Dalam kajian fonetik, perumusan masalah adalah bagaimana suatu bunyi dihasilkan atau dilafazkan. Sedangkan dalam kajian fonemik mempelajari bagaimana suatu fonem dapat berpengaruh terhadap bentuk kata dan konteks makna. Dalam pembahasan bahasa, bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi, bekerja sama, berinteraksi, dan berinterelasi antar anggota masyarakat.
Keberadaan bahasa ini dunia berbeda-beda, karena perbedaan regionall, social, dan tempo (konteks penggunaan bahasa). Pengguna kosakata tertentu akan berpengaruh terhadap bagaimana kosakata tersebut di lafazkan, diintonasikan dan bagaimana kecenderungan terhadap penekanan bunyinya.
Bagian dari Tatabahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam ilmu bahasa disebut fonologi. Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Hal-hal yang dibahas dalam fonologi antara lain sebagai berikut: Bunyi Ujaran, Fonetik dan Fonemik, Alat ucap, Pita Suara, Vokal, Konsonan, Perubahan Fonem, Intonasi, dll. Namun pada makalah ini penulis hanya akan membahas tentang alat ucap manusia adallah hal yang paling dasar dalam ilmu fonologi tetapi masih banyak mahasiswa yang kurang paham memhami pengertian alat ucap serta bagaimana proses alat ucap itu menghasilkan sebuah bunyi yang terstruktur dan memiliki arti.
RUMUSAN MASALAH
Apakah transkripsi fonetik itu?
Apatujuan transkripsi fonetik?
Apa saja yang termasuk alat ucap?
Bagaimana cara kerja alat ucap?
TUJUAN
Untuk memahami pengertian fonetik.
Untuk memahami tujuan transkripsi fonetik.
Untuk memahami tentang alat ucap.
Untukmengetahui cara kerja alat ucap.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Transkripsi Fonetik
Transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Huruf fonetik ini dibuat berdasarkan huruf (alphabet) Latin yang dimodifikasikan, atau diberi tanda-tanda diakritik. Misalnya, huruf vokal hanya ada lima buah, yaitu , , , , , padahal fonem bahasa Indonesia saja ada enam buah, yaitu /a/ ; /i/ ; /e/ ; /ϑ/ ; /u/ ; dan /o/.
Secara leksikolografis transkripsi adalah penyalinan teks dengan mengubah ejaannya ke dalam ejaan lain untuk menunjukkan lafal bunyi unsure bahasa yang bersangkutan yang selanjutnya dibagi atas:
transkripsi berurutan, yakni transkripsi fonetis dari teks yang berurutan dan bukan kata-kata lepas
transkripsi fonemis, yakni transkripsi yang menggunakan satu lambing untuk menggambarkan satu fonem tanpa melihat perbedaan fonetisnya
transkripsi fonetis, yakni transkripsi yang berusaha menggambarkan bunyi secara sangat teliti
transkripsi kasar, yakni transkripsi foonetis yang menggunakan lambing terbatas berdasarkan analisis fonemis yang dipergunakan sebagai system aksara yang mudah dibaca
Cara penyalinan bunyi-bunyi bahasa ke dalam lambang-lambang tertentu, disebut transkripsi fonetik. Transkripsi fonetik hendaknya kita bedaan dari ejaan. Seperti telah diketahui, ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu; 1974 : 17). Dengan demikian huruf bukanlah wujud transkripsi fonetik. Misalnya sebuah kalimat yang berbunyi Saya Mahasiswa IKIP Gorontalo. Ejaannya boleh kita tulis, saya mahasiswa IKIP Gorontalo, transkripsi fonetiknya mungkin sama dengan tulisan pada ejaan ini, tetapi mungkin juga akan berbeda sama sekali. Yang penting bagaimana menyalin bunyi-bunyi itu ke dalam lambing-lambang yang sesuai dengan keadaan sebenarnya, itulah yang menjadi tugas transkripsi fonetik.
Di bawah ini dikutip simbol-simbol fonetik baik vokal maupun konsonan sesuai dengan prinsip IPA (lihat, IPA;1975:8-9 dan 11-12). Simbol untuk vocal :
i misalnya, dalam kata Inggris : see, bahasa Indonesia : itu
e misalnya, dalam kata Inggris : day, bahasa Indonesia meja
simbol untuk konsonan :
r misalnya, dalam kata Inggris : pare
s misalnya, dalam kata Inggris : see
v misalnya, dalam kata Inggris : vague
Bunyi-bunyi vocal:
[i]Vokal depan, tinggi (atas), tak bundar, tertutup.Contoh kata ini;[i-ni], ibu;[i-bu], cari;[ca-ri], lari;[la-ri]
[ I ]Vokal depan, tinggi (bawah), tak bundar, tertutup.Contoh kata pinggir;[pIng-gIr], adik;[a-dI?]
[u]Vokal belakang, tinggi (atas), bundar, tertutup.Contoh kata udara;[u-da-ra], utara;[u-ta-ra]
[U]Vokal belakang, tinggi (bawah), bundar, tertutup.Contoh kata ukur;[u-kUr], urus;[u-rUs], turun;[tu-rUn]
[e]Vokal depan, sedang (atas), tak bundar, semi tertutup.Contoh kata ekor ; [e-kor]
[ɛ]Vokal depan, sedang (bawah), tak bundar, semi terbuka.Contoh kata nenek;[ne-nɛ?], dendeng ; [dɛn-dɛŋ]
[ə]Vokal tengah, sedang, tak bundar, semi tertutup.Contoh kata elang;[ə-laŋ], emas;[ə-mas]
[o]Vokal belakang, sedang (atas), bundar, semi tertutup.Contoh kata toko;[to-ko]
[ɔ]Vokal belakang, sedang (bawah), bundar, semi terbuka.Contoh kata tokoh;[to-kɔh]
[a]Vokal belakang, rendah, netral, terbuka.Contoh kata cari ; [ca-ri]
Bunyi-bunyikonsonan:
[b]Bunyi bilabial, hambat, bersuaracontoh kata baru, abu
[p]Bunyi bilabial, hambat, tak bersuaracontoh kata pita, apa, tetap
[m]Bunyi bilabial, nasal, bersuaracontoh kata mana, lama, malam
[w]Bunyi bilabial, semi vokal, bersuaracontoh kata warna, waktu, awan
[v]Bunyi labiodental, geseran, bersuaracontoh kata veteran, devisa
[f]Bunyi labiodental, geseran, tak bersuaracontoh kata fajar, nafas, taraf
[d]Bunyi apikoalveolar, hambat, bersuaracontoh kata datang ; [da-taŋ]
[t]Bunyi apikoalveolar, hambat, tak bersuaracontoh kata peta ; [pə-ta]
[n]Bunyi apikoalveolar, nasal, bersuaracontoh kata nama, ini, saran
[l]Bunyi apikoalveolar, sampingan, bersuaracontoh kata ama, pula, asal
[r]Bunyi apikoalveolar, getar, bersuaracontoh kata segar ; [sə-gar]
[z]Bunyi laminoalveolar, geseran, bersuaracontoh kata lezat ; [lə-zat]
[ñ]Bunyi laminopalatal, nasal, bersuaracontoh kata nyaring ; [ña-rIŋ]
[ ǰ ]Bunyi laminopalatal, paduan, bersuaracontoh kata jurang ; [ju-raŋ]
[č]Bunyi laminopalatal, paduan, tak bersuaracontoh kata cara, baca
[š]Bunyi laminopalatal, geseran, bersuaracontoh kata syarat
[s]Bunyi laminopalatal, geseran, tak bersuaracontoh kata sama, nasi
[g]Bunyi dorsovelar, hambat, bersuaracontoh kata gaya, tiga
[k]Bunyi dorsovelar, hambat, tak bersuaracontoh kata kaca, saku
[ŋ]Bunyi dorsovelar, nasal, bersuaracontoh kata langit ; [la-ŋIt]
[x]Bunyi dorsovelar, geseran, bersuaracontoh kata khidmat, akhirat
[h]Bunyi laringal, geseran, bersuaracontoh kata hemat, bahan, indah
[Ɂ]Bunyi hambat, glotal, bersuaracontoh kata bak, pak, rakyat
[ baɁ, paɁ, raɁ-yat ]
Berikut contoh transkripsi fonetik,yaitu:
Saya ingin menjadi guru yang handal.[saya iŋIn mәñjadi guru yaŋ handal]
Mereka tidak suka kue yang manis.[mәrЄka tida? suka kuwe yaŋ manIs]
Kami menghadiri acara pesta ulang tahun.[kami mәŋhadiri acara pЄsta ulaŋ tahUn]
Ibu menyiapkan makan malam untuk keluarganya.[ibu mәñiyapkan makan malam untU? kәluwargaña]
Ayah sedang bercocok tanam di sawah.[ayah sәdaŋ bәrcﬤcﬤ? tanam di sawah]
Adik ingin dibelikan boneka beruang baru.[adI? iŋIn dibәlikan bﬤnЄka bәruwaŋ baru]
Budi dan Anggi belajar kelompok di rumahnya Andi.[budi dan aŋgi bәlajar kәlﬤmpﬤ? di rumahña andi]
Ika tidak masuk sekolah karena sakit.[ika tida? masU? sәkﬤlah karәna sakIt]
Kita akan segera sampai ke tempat tujuan.[kita akan sәgәra sampay kә tәmpat tujuwan]
Dosen itu tidak mengajar di kelas kami tadi siang.[dﬤsЄn itu tida? mәŋajar di kәlas kami tadi siyaŋ]
Rini, dika dan ani berangkat sekolah pukul enam pagi.[rini, dika dan ani bәraŋkat sәkﬤlah pukUl әnam pagi]
Ahmad mendapat julukansebagai orang yang ringantangan. [ahmad mәndapat julukan sәbagayﬤraŋ yaŋ riŋantaŋan]
Remaja zaman sekarang kurang memperhatikan normaagama.[rәmaja zaman sәkaraŋ kuraŋ mәmpәrhatikan nﬤrmaagama]
Berat badan Anwar bertambah lima kilo.[bәrat badan anwar bәrtambah lima kilo]
Kami merasa khawatir dengan kondisi kesehatanmu.[kami mәrasa xawatIr dәŋan kﬤndisi kәsЄhatanmu]
B. Tujuan Transkripsi
Secara etimologi bahwa transkripsi berasal dari “trans” pindah, mengubah, memindah, dan “skripsi”, tulisan. Maksud tindakan memindah dari lisan. Kegiatan ini membutuhkan latihan yang terus menerus sebab, kemahiran menulis fonetis akan muncul secara baik bila seseorang menggadakan latihan secara kontinu.
Tulisan fonetis mempergunakan lambang bunyi bahasa yang sudah ada dalam bab bunyi bahasa segmental. Selanjutnya di perhatikan bunyi suprasegmentalnya. Tulisan fonetis dibuat untuk menyarankan bunyi bahasa. Artinya, apabila tulisan tersebut dibaca, terdengar ucapan yang pernah didengar sebelumnya.
Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis (soeparno, 2002). Selain ada juga yang mendefinisikan bahwa trranskripsi adalah tuturan atau pengubahan teks dengan tujuan untuk menyarankan lafal bunyi, fonem, morfem, atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya (Marsono, 1993). Tujuan untuk mencatatsetepat mungkin semua ciri dari ucapan atau seperangkat ucapan yang dapat didengar dan dikenal oleh penulis di dalam arus ujar. Selain itu transkripsi juga digunakan untuk mengetahui perbedaan yang halus dari beberapa ucapan dialek-dialek (Samsuri, 1974).
Abjad fonetis tersebut bersifat konvesional, dan konvensin yang paling luas merupakan konvensi internasional. Organisasi fonetik internasional The Internasional Phonetic Association (IPA), yaitu persatuan para guru bahasa yang berdiri sejak akhir abad ke-19, yang didirikan untuk mempopulerkan metode baru dalam pengajaran bahasa yang lebih menekankan pada pengajaran bahasa lisan, telah berhasil menetapkan symbol fonetik internasional yang disebut The Internasional Phonetic Alphabets (IPA).
C. Alat Ucap
Alat ucap adalah organ pada tubuh manusia yang berfungsi dalam pengucapan bunyi bahasa. Organ-organ yang terlibat antara lain adalah paru-paru, laring, faring, rongga hidung, rongga mulut, bibir, gigi, lidah, alveolum, palatum, velum, dan uvula.
Alat ucap terbagi dua yaitu artikulator pasif dan artikulator aktif. Artikulator pasif adalah organ-organ yang tak bergerak sewaktu terjadi artikulasi suara seperti bibir atas, gigi atas dan alveolum. Artikulator aktif bergerak ke arah artikulator pasif untuk menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan berbagai cara. Artikulator aktif utama adalah lidah, uvula, dan rahang bawah (termasuk gigi bawah dan bibir bawah).
Alat-alat ucap manusia yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa (fon) dibedakan menjadi tiga bagian yakni (1) artikulator; (2) titik artikulasi; dan (3) alat-alat lain yang mendukung proses terjadinya bunyi bahasa.
1) Artikulator
Artikulator ialah alat-alat bicara manusia yang dapat bergerak secara leluasa dan dapat menyentuh bagian-bagian alat ucap yang lain (titik artikulasi) serta dapat membentuk bermacam-macam posisi. Alat bicara semacam ini terletak di bagian bawah atau rahang bawah.
Alat-alat ucap yang termasuk artikulator antara lain:
a) bibir bawah (labium);
b) gigi bawah (dentum);
c) ujung lidah (apeks);
d) depan lidah (front of the tongue);
e) tengah lidah (lamino);
f) belakang lidah (dorsum); dan
g) akar lidah.
2) Titik Artikulasi
Titik artikulasi ialah alat-alat bicara manusia yang menjadi pusat sentuhan dan bersifat statis. Alat-alat ini terdapat di bagian atas atau rahang atas. Alat-alat ucap yang termasuk pada bagian ini antara lain:
a) bibir atas (labium);
b) gigi atas (dentum);
c) lengkung kaki gigi atas (alveolum);
d) langut-langit keras (palatum);
e) langit-langit lunak (velum); dan
f) anak tekak (uvula).
3) Alat-alat Lain
Alat-alat lain yang dimaksudkan ialah alat bicara selain artikulator dan titik artikulasi yang dapat menunjang proses terjadinya bunyi bahasa. Yang termasuk alat-alat lain antara lain:
a\) hidung (nose);
b)rongga hidung (nasal cavity);
c) rongga mulut (oral cavvity);
d) pangkal kerongkongan (faring);
e) katup jakun (epiglotis);
f) pita suara;
g) pangkal tenggorokan (laring);
h) batang tenggorokan (trachea);
i) paru-paru;
j) sekat rongga dada (diafragma);
k) saraf diafragma;
l) selaput rongga dada (pleural cavity); dan
m) bronchus.
2.Fungsi Alat-Alat Bicara
Alat bicara manusia antara satu dengan yang lain saling berhubungan untuk membentuk bunyi bahasa. Dengan demikian fungsi masing-masing alat bicara kemungkinan ada sangkut pautnya dengan alat lain. Berikut ini adalah fungsi-fungsi yang dimaksud.
1) Paru-paru
Paru-paru mempunyai tugas bersama dengan diafragma untuk menghembuskan udara ke luar sehingga menimbulkan bunyi bahasa. Paru-paru biasa disebut sebagai motor penggerak alat bicara.
2) Pita Suara
Pita suara ini tempatnya di bawah jakun yang terdiri atas sepasang pita. Di tengah-tengah pita suara ini ada celah yang bisa melebar dan menyempit. Celah pita suara ini lebih dikenal dengan sebutan glotis. Pita suara manusia dapat berubah-ubah posisinya, antara lain sebagai berikut ini.
a) posisi terbuka lebar
Posisi seperti ini tidak menghasilkan bunyi bahasa dart terjadi pada pernafasan normal saja.
b) posisi agak menyempit
posisi seperti ini akan menghasilkan bunyi tak bersuara, misalnya: [p], [t], [k], [c].
c) posisi menyempit
posisi ini akan menghasilkan bunyi bahasa bersuara, misalnya [b], [d], [g], [j].
d) posisi tertutup
posisi ini akan menghasilkan bunyi bahasa hamzah atau glotal stop, misalnya [h], dan [?].
3) Laring
Di dalam alert ini terdapat pita suara (vocal cord) yang melintang dari arah depan ke belakang. Dengan demikian fungsi alat ini ialah untuk meneruskan aliran udara yang berhembus dari paru-paru ke faring.
4) Faring
Fungsi alat ini yang utama ialah meneruskan aliran udara dari Pita suara. Akan tetapi alat ini bisa membentuk bunyi bahasa hamzah setelah bersentuhan dengar akar lidah (radik) sehingga bunyi semacam ini disebut bunyi faringal.
5) Lidah
Lidah merupakan salah satu artikulator yang sangat penting di dalam proses pembentukan bunyi bahasa. Pentingnya lidah ini bisa dilihat dari bunyi yang dihasilkannya bisa berupa vokal dan, konsonan. Vokal dihasilkan oleh gerak perpindahan posisi lidah tanpa bersentuhan dengan titik artikulasi. Jika gerak-gerak perpindahan posisi ini bersentuhan dengan titik artikulasi, maka akan menghasilkan bunyi konsonan.
6) Bibir
Ada beberapa bunyi bahasa yang dihasilkan oleh sentuhan baik secara langsung atau tidak oleh bibir manusia. Bunyi [p, b] terjadi karena sentuhan antara bibir bawah dengan bibir atas sehingga aliran udara tertahan sebentar. Selanjutnya aliran udara tersebut dihembuskan sampai terdengarnya bunyi tersebut. Bunyi [p,b] dalam fonetik disebut bunyi bilabial, sebab terjadi karena sentuhan kedua bibir yaitu bibir atas dan bibir bawah. Selain itu, kedua bunyi itu dapat dinamai stop bilabial.
3.Cara Kerja Alat-Alat Bicara
1.Paru-Paru (Lung)
Paru-paru adalah sumber arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa. Namun, perlu diketahui juga bahwa bunyi bahasa dapat juga dihasilkan dengan arus udara yang datang dari luar mulut. Kalau arus udara datang dari paru-paru disebut arus udara agresif, dan kalau udara datang dari luar disebut udara ingresif. Perlu diketahui juga selama ini dalam bahasa Indonesia tidak ada bunyi yang dihasilkan dengan udara ingresif itu.
2.Pangkal Tenggorok (laring), pita suara, glotis, dan epiglotis
Pangkal tenggorok adalah sebuah rongga pada ujung saluran pernafasan yang ujungnya ada sepasang pita suara. Pita suara ini dapat terbuka lebar , terbuka agak lebar, terbuka sedikit, dan tertutup rapat, sesuai dengan arus udara yang dihembuskan keluar. Celah diantara pita suara itu disebut glotis. Pada glotis inilah awal terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi itu. Bila glotis dalam keadaan terbuka lebar, tidak ada bunyi bahas yang dihasilkan, selain desah nafas. Bila glotis dalam keadaan terbuka agak lebar akan terjadi bunyi tak bersuara. Bila glotis dalam keadaan terbuka sedikit akan terjadi bunyi bersuara. Lalu, bila glotis dalam keadaan tertutup rapat akan terjadi bunyi hamzah atau bunyi hambat glotal. Proses pembunyian ini dibantu oleh epiglotis (katup pangkal tenggorok) yang bertugas menutup dan membuka jalan nafas (jalan udara dari dan ke paru-paru) dan jalan makanan/minuman ke arah pencernaan.
3.Rongga Kerongkongan (faring)
Faring atau rongga kerongkongan adalah sebuah rongga yang terletak diantara pangkal tenggorok dengan rongga mulut dan rongga hidung. Faring berfungsi sebagai “tabung udara” yang akan ikut bergetar bila pita suara bergetar. Bunyi bahasa yang dihasilkan disebut bunyi faringal.
4.Langit-Langit Lunak (Venum), anak tekak (uvula) dan pangkal lidah (dorsum)
Velum atau langit-langit lunak dan bagian ujungnya yang disebut uvula (anak tekak) dapat turun naik untuk mengatur arus udara keluar masuk melalui rongga hidung atau rongga mulut.Uvula akan merapat ke dinding faring kalau arus udara keluar melalui rongga mulut, dan akan menjauh dari dinding faring kalau arus udara keluar melalui rongga hidung. Bunyi yang dihasilkan kalau udara keluar melalui rongga hidung disebut bunyi nasal dan kalau udara keluar melalui rongga mulut disebut oral. Bunyi yang dihasilkan dengan velum sebagai artikulator pasif dan dorsum sebagai artikulator aktif disebut bunyi dorsovelar, dari gabungan kata dorsum dan velum. Sedangkan yang dihasilkan oleh uvula disebut bunyi uvular.
5.Langit-Langit keras (palatum), ujung lidah (apeks), dan daun lidah (laminnum)
Dalam pembentukan bunyi-bunyi bahasa, langit-langit keras (palatum) berlaku sebagai pasif (artikulator yang diam, tidak bergerak) dan yang menjadi artikulator aktifnya adalah ujung lidak (apeks) atau daun lidah (laminum).Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh palatum dan apeks disebut bunyi apikopalatal.Sedangkanyang dihasilakan oleh palatum dana laminum disebut bunyi laminopalatal.
6.Ceruk gigi (alveolum), apeks, dan daun lidah (laminum)
Dalam pembentukan bunyi bahasa, alveolum sebagai artikulator pasif dan apeks atau laminum sebagai artikulator aktifnya.Bunyi yang dihasilkan oleh alveolum dan apeks disebut bunyi apikoalveolar.Lalu, yang dihasilkan oleh alveolum dan laminum disebut bunyi laminoalveolar.
7.Gigi (dentum), Ujung lidah (apeks), dan bibir (labium)
Dalam produksi bunyi bahasa, gigi atas dapat berperan sebagai artikulator pasif, yang menjadi artikulator aktifnya adalah apeks atau bibir bawah.Bunyi yang dihasilkan oleh gigi atas dan apeks disebut bunyi apikodental dan yang dihasilakan oleh gigi atasa dan bibir bawah disebut bunyi labiodental.Dalam hal ini ada juga bunyi interdental dimana apeks sebagai artikulator aktif berada diantara gifi atas dan gigi bawah yang menjadi artikulator pasifnya.
8.Bibir bawah dan bibir atas
Dalam pembentukan bunyi bahasa bibir atas bisa menjadi artikulator pasif dan bibir bawah menjadi artikulator aktif.Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi bilabial.Bibir bawah bisa juga menjadi artikulator pasifnya.Lalu, bunyi yang dihasilkan disebut bunyi labiodental, dari kata labium dan dentum.
9.Lidah (tongue)
Lidah terbagi atas empat bagian, yaitu ujung lidah (apeks), daun lidah (laminum), punggung atau pangkal lidah (dorsum), dan akar lidah (root).Lidah dengan bagian-bagiannya dalam pembentukan bunyi bahasa selalu menjadi artikulator pasifnya adalah alat-alat ucap yang terdapat pada rahang atas.
10.Mulut dan rongga mulut
Rongga mulut dengan kedua belah bibir (atas dan bawah) berperan dalam pembentukan bunyi vokal.kalau bentuk mulut membundar maka akan dihasilkan bunyi vokal bundar atau bulat.kalau bentuk mulut tidak bundar atau melebar akan dihasilkan bunyi vokal tidak bundar.Sebagai umum bunyi yang dihasilkan dirongga mulut disebut bunyi oral, sebagai lawan bunyi nasal yang dihasilkan melalui rongga hidung.
11.Rongga Hidung
Bunyi bahasa yang dihasilkan melalui rongga hidung disebut bunyi nasal.Bunyi nasal ini dihasilakan dengan cara menutup rapat-rapat arus udara dirongga mulut, dan menyalurkan keluar melalui rongga hidung.Yang ada dalam bahasa indonesia adalah bunyi nasal bilabial, bunyi nasal apikeolveaolar bunyi nasal laminopalatal, dan bunyi nasal dorsovelar.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Secara etimologis, bahwa transkripsi berasal dari “trans” pindah, mengubah, memindah dan “skripsi”, tulisan. Maksud tindakan memindah dari lisan. Kegiatan ini membutuhkan latihan yang terus menerus sebab, kemahiran menulis fonetis akan muncul secara baik bila seseorang menggadakan latihan secara kontinu.Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis (soeparno, 2002). Selain ada juga yang mendefinisikan bahwa trranskripsi adalah tuturan atau pengubahan teks dengan tujuan untuk menyarankan lafal bunyi, fonem, morfem, atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya (Marsono, 1993). Tujuan untuk mencatat setepat mungkin semua ciri dari ucapan atau seperangkat ucapan yang dapat didengar dan dikenal oleh penulis di dalam arus ujar.
Transkripsi fonetis adalah perekaman bunyi dalam bentuk lambang tulis. Lambang tulis atau lambang fonemis yang sering dipakai adalah lambang bunyi yang ditetapkan oleh The Internasional Phonetic Association (IPA).
Secara garis besar Alat-alat ucap manusia yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa (fon) dibedakan menjadi tiga bagian yakni (1) artikulator; (2) titik artikulasi; dan (3) alat-alat lain yang mendukung proses terjadinya bunyi bahasa.
Kemudian Alat bicara manusia antara satu dengan yang lain saling berhubungan untuk membentuk bunyi bahasa. Dengan demikian fungsi masing-masing alat bicara kemungkinan ada sangkut pautnya dengan alat lain yaitu: paru-paru, pita suara, laring, faring, lidah, dan bibir.
KRITIK DAN SARAN
Bahasa merupakan suatu alat untuk berkomunikasi, bekerjasama, berinteraksi, dan berinterelasi, apabila terjadi kesalahan atau tidak jelasnya pengartikulasian, sehingga maksud dan tujuan sebenarnya mengalami pergeseran arti makna alangkah baiknya kita memperbaikinya dengan banyak latihan pengartikulasikan dengan memperhatikan strukturpembangunan bahasa tersebut: fonem, morfem, frase, klausa, dan kalimat dalam kaitan sintaksis-semantik.
Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen. Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu datangnya dari kami sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA
http://karya-ilmiah.com/makalah-transkripsi-fonetik/
http://m.kompasiana.com/santuso/contoh-transkripsi-fonetis-bahasa-indonesia_54f9000ca33311f8478b4856
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Alat_ucap
http://tugassemesterdua.blogspot.co.id/2015/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
http://plus.google.com/113781833232270401079/posts/ZaBFuhcjFbH
Kamis, 02 Maret 2017
tugas fonologi kelompok 2
FONOLOGI
PENGERTIAN DAN
JENIS-JENIS FONETIK
Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd
Kelas : Reguler A (A1)
Kelompok 2 :
Ainun
Purnama Laili 1610116120003
Melinda
Aulia Rahmah 1610116120009
Rana
Najmi Soraya 1610116220018
Retno
Sari Maulida 1610116220020
Rina
Rahmawati 1610116220021
Rizka Khairunnisa 1610116220022
Semester 2 Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia
Universitas
Lambung Mangkurat
2016/2017
PENDAHULUAN
Semua
manusia dianugerahi Allah SWT. Mempunyai kemampuan berbicara atau bertutur,
kecuali bagi seseorang yang mempunyai ‘’kekhususan’’, misalnya orang bisu dan
tuli. Kemampuan berbicara atau bertutur ini diperolehnya secara berjenjang
sesuai dengan tingkatan usianya, yaitu
sejak bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Interaksi dengan seseorang
disekitarnya atau disekelilingnnya akan memperoleh bunyi bahasanya. Lebih
banyak interaksi yang dilakukan, lebih cepat pemerolehan (bunyi) bahasa seorang
bayi.
Salah
satu kecenderungan yang menyalahi hukum bahasa adalah apabila ibu bapak dan
orang disekeliling bayi itu menggunakan pengucapan pelat (menirukan ucapan bayi) sebagai tanda
“sayang” pada bayi tersebut. Yang perlu diingat adalah ibu bapak harus
memperkenalkan perkataan yang tepat bunyinya . Kegagalan bayi membunyikan
perkataan dengan betul merupakan hal yang wajar karena ini berkaitan dengan
kemampuan sistem tuturnya.
Sistem tutur ini
akan lebih mudah dilakukan setelah ia
bertambah umurnya dan lebih dewasa contohnya, bunyi [s] lebih sukar diucapkan
dibandingkan dengan bunyi [m] ; bunyi [r] lebih sukar daripada bunyi [l]. Tetapi, lama kelamaan anak ini akan mampu
mengucapkannya. Pemerolehan bunyi bahasa ini bisa dikaji secara scientific (ilmiah).
PENGERTIAN DAN
JENIS-JENIS FONETIK
1.1.Pengertian
Fonetik
Fonetik
merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana
manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam
ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan
bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis
oleh otak manusia (O’Connor, 1982:10-11, Ladefoged, 1982: 1). Menurut Clark dan
Yallop (1990), fonetik merupakan bidang yang berkaitan erat dengan kajian
bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses ujaran yang
diterima. Lebih lanjut, fonetik ini sangat berguna untuk tujuan-tujuan seperti
pengajaran diksi, penguasaan ujaran bunyi-bunyi bahasa asing, perbaikan
kualitas bertutur bagi mereka yang menghadapi masalah kurang daya
pendengarannya (Lihat Malmberg, 1963).
1.2.Jenis-Jenis Fonetik
Secara
umum fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik fisiologis,
fonetik akustis, dan fonetik auditoris atau fonetik persepsi (Dew dan Jensen,
1977: 19).
1.
Fonetik
Fisiologis atau Fonetik Artikulatoris
Fisiologi
adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis
manusia (Liberman, 1977:3). Sebagaimana kita ketahui, manusia yang normal tentu
mampu menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan
organ-organ tuturnya, misalnya lidah bibir dan gigi bawah (yang digerakkan oleh
rahang bawah). Dengan demikian, seseorang yang ingin mengkaji bunyi-bunyi
bahasa harus mengetahui juga berbagai struktur mekanisme pertuturan, memahami
fungsi setiap mekanisme tersebut, dan peranannya dalam menghasilkan berbagai
bunyi bahasa (Singh dan Singh, 1976:2). Dalam hal ini, bidang fonetik yang
mengkaji tentang penghasilan bunyi-bunyi bahasa berdasarkan fungsi mekanisme
biologis organ tutur manusia dinamakan fonetik fisiologis. (Catatan: Di
beberapa literatur, istilah fonetik fisiologis ini jarang dipakai. Yang paling
sering digunakan adalah fonetik artikulatoris.
2.
Fonetik
Akustis
Kajian
fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana
alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang
diterima (Malmberg, 1963:1). Ada tiga ciri utama bunyi-bunyi bahasa yang
mendapatkan penekanan dalam kajian fonetik akustik, yaitu frekuensi, tempo, dan
kenyaringan. Alat-alat yang digunakan untuk mengkaji gelombang bunyi bahasa dan
mengukur pergerakan udara antara lain, spektograf (alatuntuk menganalisis dan
memaparkan frekuensi dan tekanan, oscilloskop (alat untuk memaparkan ciri-ciri
kenyaringan bunyi).
Secara ringkas dapat
disimpulkan bahwa dalam rangka pengkajian fonetik akustik, fonetisi berusaha
menguraikan berbagai hal tentang bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi dan
dihasilkan oleh mekanisme pertuturan manusia, bagaiman pergerakan bunyi-bunyi
bahasa itu dalam ruang udara, yang seterusnya bisa merangsang proses
pendengaran manusia.
3.
Fonetik
Auditoris atau Fonetik Persepsi
Fonetik
auditoris atau fonetik persepsi ini mengarahkan kajiannya pada persoalan
bagaimana manusia menentukan pilihan bunyi-buinyi yang diterima alat
pendengarannya. Dengan arti kata, kajian ini meneliti bagaimana seorang
pendengar menanggapi bunyi-bunyi yang diterimanya sebagai bunyi-bunyi yang
perlu diproses sebagai bunyi-bunyi bahasa bermakna, dan apakah ciri bunyi-bunyi
bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam usahanya untuk
membeda-bedakan setiap bunyi bahasa yang didngar (Singh dan Singh, 1976:5).
Tegasnya, fonetik auditoris adalah kajian terhadap respons sistem pendengaran
terhadap rangsangan gelombang bunyi yang diterima.
KESIMPULAN
Jadi, fonetik adalah ilmu yang
menyelidiki bunyi bahasa tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna
dalam suatu bahasa atau suatu bunyi pengucapan huruf yang mengandung arti yang
sama. Jenis-jenis fonetik yaitu fonetik fisiologis atau fonetik artikulatoris,
fonetik akustis dan fonetik auditoris. Dari ketiga jenis fonetik ini yang
palingg berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab
fonetik ini yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu
dihasilkan atau diucapkan manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)