Rabu, 05 April 2017

Tugas fonologi kelompok 7

Mata Kuliah : Fonologi Bahasa
Dosen Pengampu : Noor Cahaya M.pd
Kelompok 7
Oleh :
Alfanida Maghfirah (1610116220002)
Eva ristiyani (1610116120004)
Habibah (1610116220004)
Nadila (1610116220009)
Nahdiani (1610116220010)
Oktavian Oggie P (1610116210017)

Materi:
GUGUS, DERET DAN PERUBAHAN BUNYI/FONEM
Gugus Fonem dan Deret Fonem
Gugus fonem adalah dua buah fonem yang berbeda tetapi berada dalam sebuah silabel atau suku kata. Sedangkan deret fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, berada dalam silabil yang berbeda, meskipun letaknya berdampingan.
Gugus dan Deret Vokal
gugus vokal adalah sama dengan diftong. Sejauh ini diftong yang tercatat ada dalam bahasa Indonesia adalah diftong atau gugus vokal < ai >, < au >, < oi >, dan < ei >, seperti terdapat pada kata-kata :
Pulau
Santai
Sekoi
Survei
Sedangakan deret vokal yang tercatat ada sampai saat ini adalah :
aa seperti pada kata saat dan taat
au sepeti padaa kata laut dan daun
ai seperti pada kata kain dan kait
ao seperti pada kata kaos dan laos
ua seperti pada kata luar dan kuat
ue seperti pada kata kue
ui seperti pada kata puing dan suit
ia seperti pada kata siar dan kiat
iu seperti pada kata tiup dan liur
io seperti pada kiong dan biola
oa seperti pada akta loak dan soak
oi seperti pada kata koin dan poin
eo seperti pada kata beo dan leo

Catatan :
Deret vokal ii, uu, dan oo hanya ada pada beberapa nama orang seperti iin, uun, da noon.




Gugus dan Deret Konsonan
Gugus konsonan disebut juga klaster yang ada dalam bahasa Indonesia adalah :
br seperti pada kata brahma dan labrak
dy seperti pada kata madya
fl seperti pada kata flannel dan inflasi
gr seperti pada kata gram dan grafis
ks seperti pada kata ksatria dan eksponen
kl seperti pada kata klasik dan klinik
pr  seperti pada kata pribadi dan keprok
spr seperti pada kata sprit dan spreyer
ty seperti pada kata satya

Catatan :
Gugus konsonan br seperti pada kata labrak dan gugus konsonan pr seperti pada kata keprok, secara ortografis menurut EYD dianggap sebagai deret konsonan karena suku katanya harus dipenggal menjadi lap.rak dan kep.rok
Sering kali untuk “ memindahkan” lafal sebuah gugus konsonan kl pada kata klas dan gugus konsonan pr seperti pada kata praktik diselipkan vokal tengah sedang [∂] sehingga alafalnya menjadi [kelas] dan [p∂raktåk]. Sebaliknya bias juga terjadi silabel berpula KV dijadikan silabel berpola KKV, seperti pada kata [ k∂lapa] menjadi [klapa], dan kata [n∂geri] menjadi [n∂gri].
Deret konsonana yang ada dalam bahasa Indonesia antara lain adalah :
bd seperti pada kata sabdahk seperti pada kata mahkamah
kl seperti pada kata iklan, coklat
?m seperti pada kata [ba?mi], [ma?mum]
lp seperti pada kata pulpen, bolpoin
mpr seperti pada kata kompraŋ
nd seperti pada kata janda, tunda
ŋg seperti pada kata laŋgar, maŋga
pt seperti pada kata baptis, saptu
rc seperti pada kata karcis
sk seperti pada kata miskin
sb seperti pada kata tasbih
ʃr seperti pada kata taʃrik
tm seperti pada kata ritme
tl seperti pada kata mutlak
xl seperti pada kata maxluk

catatan :
untuk “memudahkan” lafal sering kali deret konsonan hilang karena diselipi vokal tengah sedang [∂],seperti pada kata coklat menjadi cok∂lat ; tasbih menjadi tas∂bih; dan kata pasrah pas∂rah.

Perubahan Bunyi / Fonem
Di dalam praktik bertutur fonem atau bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam suatu runtunan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis, akibat dari saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah. Kalau perubahan itu tidak menyebabkan identitas fonemnya berubah, maka perubahan itu sampai menyebabkan identitas fonemnya berubah maka perubahan itu bersifat fonemis.
Penyebab perubahan itu bisa diperinci menjadi :
Akibat adanya koartikulasi
Koartikulasi disebut juga artikulasi sertaan, atau artikulasi kedua, adalah proses artikulasi lain yang menyertai terjadinya artikulasi utama, artikulasi primer, atau artikulasi pertama. Koartikulasi ini terjadi karena sewaktu artikulasi primer untuk memproduksi bunyi pertama berlangsung, alat-alat ucap sudah sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat atau memproduksi bunyi berikutnya. Akibatnya, bunyi pertama yang dihasilkan agak berubah mengikuti ciri-ciri bunyi kedua yang akan dihasilkan. Dalam peristiwa ini dikenal adanya proses-proses labialisasi,retrofleksi, palatalisasi, velarisasi, faringalisasi, dan glotalisasi.
Labialisasi
Labialisasi adalah proses pelabialan atau pembulatan bentuk bibir ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi labial bunyi lain dapat dilabialisasikan. Misalnya, bunyi [t] atau fonem /t/ adalah bunyi apikoalveolar, tetapi pada kata <tujuan>, bunyi [t] itu akibat dari akan diucapkannya bunyi [u] yang merupakan vocal bundar, maka bunyi [t] disertai dengan proses pembulatan bibir,  sehingga bunyi [t] terdengar sebagai bunyi [tᵂ ]. Jadi, kata <tujuan> dilafalkan menjadi [tᵂujuᵂan].
Retrofleksi
Retrofleksi adalah proses penarikan ujung lidah melengkung kea rah palatum sewaktu artikulasi primer berlangsung sehingga terdengar bunyi [r]. selain bunyi apical, bunyi lain dapat diretrofleksikan. Misalnya, bunyi [k] adalah bunyi dorsopalatal, tetapi bunyi [k] pada kata <kertas> dilafalkan sebagai bunyi [kʳ] karena bunyi [k] itu diretrofleksikan dulu. Jadi, kata <kertas> dilafalkan menjadi [kʳetas].
Palatalisasi
Palatalisasi adalah proses pengangkatan daun lidah kearah langit-langit kertas (palatum) sewaktu artikulator primer berlangsung. Selain bunyi palatal, bunyi lainnya dapat dipatalasasikan. Misalnya, bunyi [p] adalah bunyi apikoalveolar tak bersuara, tetapi pada kata <piara>, bunyi [p] dipatalisasikan sehingga terdengar sebagai bunyi [pʸ]. Maka kata <piara> dilafalkan menjadi [pʸara].
Velarisasi
Velarisasi adalah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) ke arah langit-langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi velar, bunyi lain dapat divelarisasikan. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> divelarisasikan menjadi [mˣ]. Oleh karena itu, kata <makhluk> dilafalkan menjadi [mˣaxluk].
Faringalisasi
Faringalisasi adalah proses penyempitan rongga faring ketika artikulasi sedang berlangsung dengan cara menaikkan laring, mengangkat uvular (ujung langit-langit lunak), serta dengan menarik belakang lidah (dorsum) kea rah dinding faring.  Semua bunyi dapat difaringalisasikan.
Glotalisasi
Glotalisasi adalah proses penyertaan bunyi hambat pada glottis (glottis tertutup rapat) sewaktu artikulasi primer berlangsung. Misalnya, bunyi [a] dan bunyi [o] pada kata <akan> dan <obat> dilafalkan menjadi [?akan] dan [o?bat]. Begitu juga bunyi [a] pertama pada kata <taat> dan <saat> dilafalkan menjadi [ta?at] dan [sa?at]
Akibat Pengaruh Bunyi Lingkungan
Akibat pengaruh bunyi lingkungan (bunyi yang berada sebelum atau sesudah bunyi utama) akan terjadi dua peristiwa perubahan yang disebut asimilasi dan disimilasi.

Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau sesudahnya. Kalau arah pengaruh itu ke depan disebut asimilasi progresif. Kalau arah pengaruh itu ke belakang disebut asimilasi regresif. Asimilasi, baik progresif maupun regresif lazim diartikan sebagai penyamaan dua buah bunyi yang berbeda menjadi dua buah bunyi yang sama.
Disimilasi
Disimilasi merupakan proses kebalikan dari asimilasi. Kalau dalam asimilasi dua buah bunyi yang tidak sama diubah menjadi sama, maka dalam kasus disimilasi dua buah bunyi yang sama diubah menjadi dua buah bunyi yang berbeda atau tidak sama. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata belajar, yang berasal dari pembentukan ber+ajar, yang seharusnya menjadi berajar. Namun, di sini bunyi [r] pertama disimilasikan dengan bunyi [] , sehingga menjadi belajar.
Akibat Distribusi
Distribusi adalah letak atau tempat suatu bunyi dalam satu satuan ujaran. Akibat distribusi ini akan terjadi perubahan bunyi yang disebut aspirasi, pelepasan (release),
pemaduan dan netralisasi.
 Aspirasi
Aspirasi adalah pengucapan suatu bunyi yang disertai dengan hembusan keluarnya udara dengan keras, sehingga terdengar bunyi [h]. Misalnya, bunyi [p] dalam bahasa Inggris bila berposisi pada awal kata akan diucapkan dengan aspirasi. Namun, bila konsonan [p] itu berada pada posisi akhir kata atau berada sesudah bunyi laminoalveolar, maka aspirasi itu tidak ada, seperti pada kata <map> yang diucapkan <mep> dan kata <space> yang diucapkan <spies>. Bunyi yang beraspirasi disebut bunyi aspirat.
Pelepasan (release)
Pelepasan (release) adalah pengucapan bunyi hambat letup tanpa hambatan atau letupan; lalu dengan serentak bunyi berikutnya diucapkan. Jadi hambatan atau letupan itu dilepaskan atau dibebaskan. Misalnya, bunyi [p] adalah bunyi hambat letup bersuara; tetapi bunyi [p] pada kata <tatap muka> dilafalkan tanpa hambat letup. Begitu juga bunyi [t] yang sebenarnya berupa bunyi hambat letup, pada kata <tempat nenek> dilafalkan tanpa hambat letup.
Pemaduan (Pengafrikatan)
Pengafrikatan adalah penghilangan letupan pada bunyi hambat letup. Dalam hal ini, setelah hambat letup dilepaskan, lalu bunyi digeserkan secara perlahan-lahan. Jadi, artikulasinya bukan hambat letup melainkan menjadi hambat geser.
Harmonisasi Vokal
harmonisasi vokal adalah proses penyamaan vocal pada silabel pertama terbuka dengan vokal pada silabel kedua yang tertutup. Umpamanya pada kata-kata <sate>, <onde-onde>, dan <rante> vocal [e] dilafalkan sebagai bunyi [e]; tetapi pada kata <karet>, <coret>, dan <kontet> diucapkan sebagai bunyi [ɛ]. Hal ini terjadi karena pengaruh atau dari distribusi [e] yang terdapat pada silabel kedua yang tetutup. Peristiwa inilah yang disebut dengan istilah harmonisasi vokal.


Netralisasi
Netralisasi adalah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Misalnya, bunyi [b] pada kata <jawab> bisa dilafalkan sebagai bunyi [p] dan juga sebagai [b], sehingga kataa <jawab> itu bisa dilafalkan sebagai [jawab] dan [jawap]. Hal seperti ini di dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya.
Akibat Proses Morfologi
Perubahan bunyi akibat proses morfologi lazim disebut dengan istilah morfofonemik atau morfofonologi. Dalam proses ini dapat terjadi peristiwa (a) pemunculan fonem, (b)pelepasan fonem), (c) peluluhan fonem, (d)pergeseran fonem, dan (e) perubahan fonem.
Pemunculan Fonem
Pemunculan fonem adalah hadirnya sebuah fonem yang sebelumnya tidak ada akibat dari terjadinya proses morfologi. Misalnya, dalam prefiksasi me-atau pe-akan muncul bunyi nasal yang homorgan dengan fonem pertama dari dasar yang diberi prefix itu. Contoh :

{me-}        +       {bina} =  membina
{pem-}      +       {bina} =  Pembina
Pelepasan Fonem
Pelepasan fonem adalah peristiwa hilangnya fonem akibat proses morfologis. Misalnya, hilangnya bunyi [r] yang ada pada prefix {ber-} dalam proses prefiksasi pada kata <renang>; hilangnya bunyi [h] pada proses  pengimbuhan dengan akhiran {wan} pada kata <sejarah>; dan hilangnya bunyi [k] pada proses pengimbuhan dengan akhiran {nda}. Simak contoh berikut !
{ber}           +      {renang} =  [berenang]
{sejarah}    +      {wan} =  [sejarawan]
Peluluhan Fonem
Peluluhan fonem adalah proses luluhnya sebuah fonem, lalu menyatu pada fonem berikutnya. Hal ini terjadi dalam prefiksasi {me} atau {pe} pada kata yang dimulai dengan konsonan tak bersuara, yaitu [s,k,p, dan t]. contoh:
{me}   +   {sikat} =  [mðñikat]
{pe}    +   {sikat} =  [pðñikat]
Pergeseran Fonem
Pergeseran fonem adalah berubahnya posisi sebuah fonem dari satu silabel ke dalam silabel berikutnya. Umpamanya fonem /t/, fonem /n,. dan fonem /m/ pada kata <lompat>, <makan>, dan <minum> akan pindah ke silabel berikutnya bila diberi sufiks {-an}. Contoh :
{lom.pat}   +   {an} =  [l ёm.pa.tan]
{ma.kan}    +   {an} =  [ma.ka.nan]
{mi.num}   +   {an} =  [mi.nu.man]
Perubahan Fonem
Perubahan fonem adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi sama. Umpamanya, dalam proses prefiksasi {ber} pada kata <ajar> dan prefiksasi {ter} pada kata <anjur>, bunyi [r] pada prefix {ber} berubah menjadi bunyi [I]. contoh
{ber}   +   {ajar]     =  [bαlajar]
{ter}    +   {anjur}   =  [tαlanjur]
Akibat dari Perkembangan Sejarah
Perubahan yang berkenaan dengan perkembangan sejarah pemakaian bahasa ini, antara lain, adalah proses kontraksi (penyingkatan), metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis.
Kontraksi (penyingkatan)
Kontraksi atau penyingkatan adalah proses menghilangkan sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsure leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsure leksikal itu yang dihilangkan dapat dibedakan atas aferesis, apokop, dan sinkop.
  Aferesis adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya :
Tetapi = tapi
Pepermin = permen
Upawas = puasa
Apokop adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya :
Pelangit =  pelangi
Mpulaut =  pulau
President =  presiden
   Sinkop adalah proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah   kata. Misalnya :
Baharu =  baru
Sahaya =  saya
Utpatti =  upeti
Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata. Dalam bahasa Indonesia kata-kata yang mengalami proses metatesis ini tidak banyak. Di antaranya adalah
Jalur =  lajur
Royal =  loyar
Brantas =  bantras
Ulur =  urul
Diftongisasi
Diftongisasi adalah proses perubahan vocal tunggal menjadi vocal ranggkap secara berurutan. Perubahan vocal tunggal ke vocal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan. Jadi, masih ada satu silabel. Misalnya :
Anggota   =  anggauta, bunyi  [o]  =  [au]
Sentosa    =  sentausa,  bunyi  [o]  =  [au]
Teladan    =  tauladan, bunyi   [o]  =  [au]
Monoftongisasi
Monoftongisasi adalah proses perubahan dua buah vocal atau gugus vocal menjadi sebuah vocal. Proses ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia akibat dari ingin memudahkan ucapan. Misalnya :
[ramay]     diucapkan     [rame]
[kalaw]      diucapkan     [kalo]
[satay]       diucapakan   [sate]
Anaftiksis
Anaftiksis adalah proses penambahan bunyi vocal di antara dua konsonan dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. Kita mengenal adanya tiga macam anaftiksis, yaitu protesis, epentesis, dan paragog.
Protesis adalah proses penambahan bunyi pada awal kata misalnya
Mas =   emas
Mpu =  empu
Tik =  ketik
Epetensis adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya ;
Kapak =  kampak
Sajak =  sanjak
Upama =  umpama
Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya :
Hulubala =  hulubalang
Adi = Adik

32 komentar:

  1. Assalamualaikum nama saya Nurhalisa kelompok 3 ingin bertanya

    Bagaimana adanya proses penghilangan fonem saya minta penjelasan dan contoh nya . Trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama:Nahdiani
      Nim:1610116220010
      Kelompok:7
      Saya perwakilan dari kelompok 7 akan menjawab pertanyaan dari Nur halisa pewakilan dari kelompok 3

      Kontraksi (penyingkatan)
      Kontraksi atau penyingkatan adalah proses menghilangkan sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsure leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsure leksikal itu yang dihilangkan dapat dibedakan atas aferesis, apokop, dan sinkop.
      Aferesis adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya :
      Tetapi = tapi
      Maksudnya adalah kata "tetapi" karena mengalami aferesis maka katanya berubah menjadi "tapi".
      Apokop adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya :
      Pelangit = pelangi
      Maksudnya adalah kata "pelangit" ketika mengalami apokop berubah menjadi "pelangi"

      Sinkop adalah proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Misalnya :
      Baharu = baru
      Maksudnya adalah kata "baharu" ketika mengalami sinkop katanya berubah menjadi "baru"

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum wr wb. Nama saya Akbar Rizky Sholeh dari kelompok 3, dalam blog ini dijelaskan Sinkop adalah proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Jadi, yang saya ingin tanyakan adalah apakah sinkop akan terus berkembang(membuat hilangnya fonem) seiring dengan berkembangnya kata kata baru?. Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Alfanida Maghfirah
      1610116220002
      Kelompok 7

      Menurut saya tidak menutup kemungkinan perkembangan penghilangan fonem pada tengah kata seiring berkembangnya kata baru terjadi,namun lebih banyak terjadi pada kata atau istilah yang tidak baku karena penambahan kata pada kbbi sendiri jarang dilakukan.

      Hapus
  4. Nama : Nur Halimah
    NIM : 1610116220013
    dari kelompok 4

    dalam pemabahasan diatas ada akibat pengaruh bunyi lingkungan, tolong jelaskan dan berikan contohnya. terimakasih^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. NAMA : OKTAVIAN OGGIE PANGESTU
      NIM : 1610116210017

      Akibat pengaruh bunyi lingkungan(bunyi yang berada sebelum atau sesudah bunyi utama) akan terjadi dua peristiwa perubahan yang disebut asimilasi dan disimilasi.

      Asimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
      CONTOH :
      Dalam bahasa Indonesia, asimilasi fonetis terjadi pada bunyi nasal pada kata tentang dan tendang. Bunyi nasal pada tentang diucapkan apiko-dental karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal pada tendang diucapkan apiko-alveolar karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [d], juga apiko-alveolar. Perubahan bunyi nasal tersebut masih dalam lingkup alofon dari fonem yang yang sama.

      Disimilasi Merupakan Kebalikan dari asimilasi,yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.
      CONTOH :
      Kata bahasa Indonesia belajar [bəlajar] berasal dari penggabungan prefiks ber [bər] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada perubahan menjadi berajar [bərajar] Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [bəlajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi fonemis.
      2.Secara diakronis, kata sarjana [sarjana] berasal dari bahasa Sanskerta sajjana [sajjana]. Perubahan itu terjadi karena adanya bunyi [j] ganda. Bunyi [j] yang pertama diubah menjadi bunyi [r]: [sajjana] > [sarjana]. Ka-rena perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [j] merupakan alofon dari fonem /j/ dan [r] merupakan alofon dari fonem /r/, maka perubahan itu disebut disimilasi fonemis.
      3.Kata sayur-mayur [sayUr mayUr] adalah hasil proses morfologis peng-ulangan bentuk dasar sayur [sayUr]. Setelah diulang, [s] pada bentuk dasar [sayUr] mengalami perubahan menjadi [m] sehingga menjadi [sayUr mayUr]. Karena perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [s] merupakan alofon dari fonem /j/ dan [m] merupakan alofon dari fonem /m/, maka perubahan itu juga disebut disimilasi fonemis.

      Hapus
  5. Nama : Rizka Khairunnisa
    Nim :1610116220022
    Saya perwakilan dari kelompok 2 ingin bertanya, tolong berikan contoh asimilasi progresif dan asimilasi regresif dan jelaskan bagaimana cara penyebutannya. Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Assalamualaikum wr. Wb.

      Nama : Habibah
      NIM : 1610116220004

      Saya perwakilan dari kelompok 7 akan menjawab pertanyaan dari Rizka Khairunnisa dari kelompok 2.

      Asimilasi adalah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau sesudahnya. Kalau arah pengaruh itu ke depan disebut asimilasi progresif. Kalau arah pengaruh itu ke belakang disebut asimilasi regresif. Perhatikan contoh berikut.
      1.Kata bahasa Inggris top diucapkan [tOp’] dengan [t] apiko-dental. Tetapi, setelah mendapatkan [s] lamino-palatal pada stop, kata tersebut diucapkan [stOp’] dengan [t] juga lamino-palatal. Dengan demikian dapat disim-pulkan bahwa [t] pada [stOp’] disesuaikan atau diasimilaskan artikulasinya dengan [s] yang mendahuluinya sehingga sama-sama lamino-palatal. Jika bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan disebut asimilasi progresif.

      2.Kata bahasa Belanda zak ‘kantong’ diucapkan [zak’] dengan [k] velar tidak bersuara, dan doek ‘kain’ diucapkan [duk’] dengan [d] apiko-dental bersuara. Ketika kedua kata itu digabung, sehingga menjadi zakdoek ‘sapu tangan’, diucapkan [zagduk’]. Bunyi [k] pada zak berubah menjadi [g] velar bersuara karena dipengaruhi oleh bunyi [d] yang mengikutinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa [k] pada [zak’] disesuaikan atau diasimilasikan artikulasi dengan bunyi [d] yang mengikutinya sehingga sama-sama bersuara. Jika bunyi yang diasimilasikan terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikan disebut asimilasi regresif.

      Hapus
  6. Assalamualaikum.wr.wb
    Nama: Uswatun hasanah
    NIM: 1610116220026
    Perwakilan dari kelompok 6
    Saya ingin bertanya, Mengapa jenis perubahan bunyi Asimilasi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama,berikan alasannya
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eva Ristiyani7 April 2017 03.41
      Nama Eva Ristiyani (1610116120004) akan menjawab pertanyaan dari saudari uswatun Hasanah.
      Asimilasi, baik progresif maupun regresif lazim diartikan sebagai penyamaan dua buah bunyi yang berbeda menjadi dua buah bunyi yang sama.Dalam kasus kedua contoh diatas yang disamakan adalah tempat artikulasinya. Bunyi [t] yang sebenarnya vokal apikoalveolar diubah menjadi bunyi laminoalveolar disamakan dengan bunyi [s] yang laminopitoal.

      Hapus
  7. Nama:patmawati dewi
    Nim:1610116120013
    Kelompok:06
    Saya perwakilan dari kelompok 6 ingin bertanya kepada kelompok 7
    Jelaskan bagaimana proses terjadinya Labialisasi dan berikan contoh yang terdapat pada bahasa daerah!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama :Nadila
      Nim : 1610116220009

      Labialisasi itu adalah sebuah proses, yaitu proses pelabialan atau pembulatan bibir ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi labial bunyi lain juga dapat dilabialisasikan contoh dalam bahasa daerah kita penyebutan (Soto : sutu), bunyi [s]itu akibat dari akan diucapkannya bunyi [u] yang merupakan vokal bundar , maka bunyi [s] disertai proses pembulatan bibir , sehingga bunyi [s] terdengar sebagai bunyi [Sw]. Jadi, kata dilafalkan [swutwu].

      Hapus
  8. Assalamualaikum wr.wb
    Nama: Syirmadinah
    Nim: 1610116120017
    Kelompok: 1
    Dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya.
    Jelaskan apa yang dimaksud dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya dan berikan contohnya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama saya Nadila
      Nim : 16101116220009

      Maksud dari dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya adalah dua buah fonem yang pada dasarnya berbeda tapi ketika dilafalkan jadi netral atau disebut arkifonem.
      Contoh dalam bahasa Bali :
      a. Dabdab = hati-hati (pelan-pelan), jika dilafalkan “dapdap atau dabdab”,
      b. Surud = ngelungsur, jika dilafalkan “surud atau surut”
      c. Babad = kitab sejarah, jika dilafalkan “babad atau babat”
      d. Angob = kagum, jika dilafalkan “angob atau angop”
      e. Jegeg = cantik, jika dilafalkan “jegeg atau jegek”
      f. Ajeg = lestari, jika dilafalkan “ajeg atau ajek”

      Hapus
  9. Saya Ulfi yanti (1610116220024) perwakilan kelompok 8, Di dalam praktik bertutur fonem atau bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam suatu runtunan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis, akibat dari saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah, saya ingin bertanya apa yg mempengaruhi dari saling berkaitannya fonetis dan fonemis sehingga bunyi bisa berubah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alfanida Maghfirah
      1610116220002

      Fonemik adalah kajian atau analisa bunyi bahasa dengan memperhatikan statusnya sebagai pembeda makna. Bunyi bahasa yang diucapkan oleh manusia akan memiliki pembeda makna pada setiap bunyi bahasanya,sedangkan fonetik adalah bagian ilmu dalam linguistik yang mempelajari atau menyelidiki bunyi bahasa yang diproduksi oleh manusia tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna dalam suatu bahasa.
      Ada banyak faktor yang mempengaruhi perubahan bunyi yaitu:

      1. Akibat adanya koartikulasi (Labialisasi,RetrofleksiPalatalisasi,Velarisasi,Faringalisasi,Glotalisasi)

      2. Akibat Pengaruh Bunyi Lingkungan (Asimilasi,Disimilasi)

      3. Akibat Distribusi (Aspirasi,Pelepasan(release),Pemaduan (Pengafrikatan),Harmonisasi Vokal, dan netralisasi)

      4. Akibat Proses Morfologi (Pemunculan Fonem,Peluluhan fonem,pelepasan fonem,pergeseran fonem,dan perubahan fonem)

      5. Akibat dari Perkembangan Sejarah (Kontraksi (penyingkatan),metatesis,diftongisasi,monoftongisasi,anaftiksis)

      Hapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Saya Hamdiah (1610116120008) perwakilan kelompok 3
    Tolong jelaskan mengenai fonem bahasa Indonesia disertai contohnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama saya Eva Ristiyani ( 1610116120004 ) ingin menjawab pertanyaan dari saudari Hamdiah.

      Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti. Ilmu yang mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Fonemik merupakan bagian dari fonologi. Fonologi ini khusus mempelajari bunyi bahasa. Untuk mengetahui suatu fonem harus diperlukan pasangan minimal.

      Contoh:
      harus – arus → /h/ adalah fonem karena membedakan arti kata harus dan arus Fonem dalam bahasa Indonesia terdiri atas vokal dan konsonan. Vokal adalah bunyi ujaran yang tidak mendapatkan rintangan saat dikeluarkan dari paru-paru.

      Hapus
  12. Assalamualaikum wr.wb
    Nama: Nurena Mutia Puteri
    NIM: 1610116220015
    Dari kelompok 4
    Tolong jelaskan lagi secara singkat, apa itu peluluhan fonem?
    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama:Nahdiani
      Nim:1610116220010
      Kelompok:7
      Saya perwakilan dari kelompok 7 akan menjawab pertanyaan dari Nurena Mutia Puteri pewakilan dari kelompok 4

      Peluluhan fonem adalah proses menyatunya sebuah fonem pada fonem berikutnya

      Misalnya
      {Me}+{sikat}=[menyikat]
      Tapi dalam penulisan huruf fonetik sesuai bunyinya berubah menjadi [mðñikat]

      Hapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  14. Nama : Retno Sari Maulida
    NIM : 1610116220020
    Saya dari kelompok 2 ingin bertanya, faktor apa yang mempengaruhi proses kontraksi? Jelaskan! Terimakasih

    BalasHapus
  15. Nama : Retno Sari Maulida
    NIM : 1610116220020
    Saya dari kelompok 2 ingin bertanya, faktor apa yang mempengaruhi proses kontraksi? Jelaskan! Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Assalamualaikum wr.wb.
      Nama: Habibah
      NIM: 1610116220004
      Saya perwakilan kelompok 7 akan menjawab pertanyaan dari Retno Sari Maulida.

      Faktor dari kontraksi (penyingkatan kata) adalah akibat dari Perkembangan Sejarah
      Perubahan yang berkenaan dengan perkembangan sejarah pemakaian bahasa ini membuat terjadinya proses menghilangkan sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsur leksikal, misalnya saja kata "pepermen" karena akibat dari perkembangan zaman membuat kata itu berubah menjadi "permen".

      Hapus
  16. Nama :Rizky Aulianor
    Nim :1610116220023
    Dari Kelompok 6

    Gugus dan Deret Konsonan
    Gugus konsonan disebut juga klaster,jadi apa itu klaster ?jelaskan !

    BalasHapus
  17. NAMA : OKTAVIAN OGGIE PANGESTU
    NIM : 1610116210017

    KLASTER IALAH 2 VOKAL ATAU LEBIH YANG MENJADI 1 SUKU KATA

    Contoh : PRAKTIK ~ PRAK TIK

    BalasHapus
  18. Nama :Muhammad Malik Amrullah
    Nim :1610116210008
    Dari Kelompok 8
    Pertanyaan : Apakah Diftong sama dengan deret vokal?Jika sama apa alasannya dan jika tidak sama apa alasannya.
    terima kasih.

    BalasHapus
  19. Nama saya Nadila
    Nim : 1610116220009

    Tidak sama .
    Diftong adalah penggabungan pengucapan dua bunyi vokal menjadi satu suku kata. Diftong berbeda dengan deret vokal. Deret vokal adalah dua bunyi vokal yang diucapkan terpisah menjadi dua suku kata.
    Contoh dari diftong adalah: andai, kalau, amboi, sungai, bangau, dsb.
    Sedangkan, contoh dari deret vokal adalah: buah, kuliah, mau, biar, puasa, dsb.

    BalasHapus