Mata Kuliah : Fonologi Bahasa
Dosen Pengampu : Noor Cahaya M.pd
Kelompok 7
Oleh :
Alfanida Maghfirah (1610116220002)
Eva ristiyani (1610116120004)
Habibah (1610116220004)
Nadila (1610116220009)
Nahdiani (1610116220010)
Oktavian Oggie P (1610116210017)
Materi:
GUGUS, DERET DAN PERUBAHAN BUNYI/FONEM
Gugus Fonem dan Deret Fonem
Gugus fonem adalah dua buah fonem yang berbeda tetapi berada dalam sebuah silabel atau suku kata. Sedangkan deret fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, berada dalam silabil yang berbeda, meskipun letaknya berdampingan.
Gugus dan Deret Vokal
gugus vokal adalah sama dengan diftong. Sejauh ini diftong yang tercatat ada dalam bahasa Indonesia adalah diftong atau gugus vokal < ai >, < au >, < oi >, dan < ei >, seperti terdapat pada kata-kata :
Pulau
Santai
Sekoi
Survei
Sedangakan deret vokal yang tercatat ada sampai saat ini adalah :
aa seperti pada kata saat dan taat
au sepeti padaa kata laut dan daun
ai seperti pada kata kain dan kait
ao seperti pada kata kaos dan laos
ua seperti pada kata luar dan kuat
ue seperti pada kata kue
ui seperti pada kata puing dan suit
ia seperti pada kata siar dan kiat
iu seperti pada kata tiup dan liur
io seperti pada kiong dan biola
oa seperti pada akta loak dan soak
oi seperti pada kata koin dan poin
eo seperti pada kata beo dan leo
Catatan :
Deret vokal ii, uu, dan oo hanya ada pada beberapa nama orang seperti iin, uun, da noon.
Gugus dan Deret Konsonan
Gugus konsonan disebut juga klaster yang ada dalam bahasa Indonesia adalah :
br seperti pada kata brahma dan labrak
dy seperti pada kata madya
fl seperti pada kata flannel dan inflasi
gr seperti pada kata gram dan grafis
ks seperti pada kata ksatria dan eksponen
kl seperti pada kata klasik dan klinik
pr seperti pada kata pribadi dan keprok
spr seperti pada kata sprit dan spreyer
ty seperti pada kata satya
Catatan :
Gugus konsonan br seperti pada kata labrak dan gugus konsonan pr seperti pada kata keprok, secara ortografis menurut EYD dianggap sebagai deret konsonan karena suku katanya harus dipenggal menjadi lap.rak dan kep.rok
Sering kali untuk “ memindahkan” lafal sebuah gugus konsonan kl pada kata klas dan gugus konsonan pr seperti pada kata praktik diselipkan vokal tengah sedang [∂] sehingga alafalnya menjadi [kelas] dan [p∂raktåk]. Sebaliknya bias juga terjadi silabel berpula KV dijadikan silabel berpola KKV, seperti pada kata [ k∂lapa] menjadi [klapa], dan kata [n∂geri] menjadi [n∂gri].
Deret konsonana yang ada dalam bahasa Indonesia antara lain adalah :
bd seperti pada kata sabdahk seperti pada kata mahkamah
kl seperti pada kata iklan, coklat
?m seperti pada kata [ba?mi], [ma?mum]
lp seperti pada kata pulpen, bolpoin
mpr seperti pada kata kompraŋ
nd seperti pada kata janda, tunda
ŋg seperti pada kata laŋgar, maŋga
pt seperti pada kata baptis, saptu
rc seperti pada kata karcis
sk seperti pada kata miskin
sb seperti pada kata tasbih
ʃr seperti pada kata taʃrik
tm seperti pada kata ritme
tl seperti pada kata mutlak
xl seperti pada kata maxluk
catatan :
untuk “memudahkan” lafal sering kali deret konsonan hilang karena diselipi vokal tengah sedang [∂],seperti pada kata coklat menjadi cok∂lat ; tasbih menjadi tas∂bih; dan kata pasrah pas∂rah.
Perubahan Bunyi / Fonem
Di dalam praktik bertutur fonem atau bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam suatu runtunan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis, akibat dari saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah. Kalau perubahan itu tidak menyebabkan identitas fonemnya berubah, maka perubahan itu sampai menyebabkan identitas fonemnya berubah maka perubahan itu bersifat fonemis.
Penyebab perubahan itu bisa diperinci menjadi :
Akibat adanya koartikulasi
Koartikulasi disebut juga artikulasi sertaan, atau artikulasi kedua, adalah proses artikulasi lain yang menyertai terjadinya artikulasi utama, artikulasi primer, atau artikulasi pertama. Koartikulasi ini terjadi karena sewaktu artikulasi primer untuk memproduksi bunyi pertama berlangsung, alat-alat ucap sudah sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat atau memproduksi bunyi berikutnya. Akibatnya, bunyi pertama yang dihasilkan agak berubah mengikuti ciri-ciri bunyi kedua yang akan dihasilkan. Dalam peristiwa ini dikenal adanya proses-proses labialisasi,retrofleksi, palatalisasi, velarisasi, faringalisasi, dan glotalisasi.
Labialisasi
Labialisasi adalah proses pelabialan atau pembulatan bentuk bibir ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi labial bunyi lain dapat dilabialisasikan. Misalnya, bunyi [t] atau fonem /t/ adalah bunyi apikoalveolar, tetapi pada kata <tujuan>, bunyi [t] itu akibat dari akan diucapkannya bunyi [u] yang merupakan vocal bundar, maka bunyi [t] disertai dengan proses pembulatan bibir, sehingga bunyi [t] terdengar sebagai bunyi [tᵂ ]. Jadi, kata <tujuan> dilafalkan menjadi [tᵂujuᵂan].
Retrofleksi
Retrofleksi adalah proses penarikan ujung lidah melengkung kea rah palatum sewaktu artikulasi primer berlangsung sehingga terdengar bunyi [r]. selain bunyi apical, bunyi lain dapat diretrofleksikan. Misalnya, bunyi [k] adalah bunyi dorsopalatal, tetapi bunyi [k] pada kata <kertas> dilafalkan sebagai bunyi [kʳ] karena bunyi [k] itu diretrofleksikan dulu. Jadi, kata <kertas> dilafalkan menjadi [kʳetas].
Palatalisasi
Palatalisasi adalah proses pengangkatan daun lidah kearah langit-langit kertas (palatum) sewaktu artikulator primer berlangsung. Selain bunyi palatal, bunyi lainnya dapat dipatalasasikan. Misalnya, bunyi [p] adalah bunyi apikoalveolar tak bersuara, tetapi pada kata <piara>, bunyi [p] dipatalisasikan sehingga terdengar sebagai bunyi [pʸ]. Maka kata <piara> dilafalkan menjadi [pʸara].
Velarisasi
Velarisasi adalah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) ke arah langit-langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi velar, bunyi lain dapat divelarisasikan. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> divelarisasikan menjadi [mˣ]. Oleh karena itu, kata <makhluk> dilafalkan menjadi [mˣaxluk].
Faringalisasi
Faringalisasi adalah proses penyempitan rongga faring ketika artikulasi sedang berlangsung dengan cara menaikkan laring, mengangkat uvular (ujung langit-langit lunak), serta dengan menarik belakang lidah (dorsum) kea rah dinding faring. Semua bunyi dapat difaringalisasikan.
Glotalisasi
Glotalisasi adalah proses penyertaan bunyi hambat pada glottis (glottis tertutup rapat) sewaktu artikulasi primer berlangsung. Misalnya, bunyi [a] dan bunyi [o] pada kata <akan> dan <obat> dilafalkan menjadi [?akan] dan [o?bat]. Begitu juga bunyi [a] pertama pada kata <taat> dan <saat> dilafalkan menjadi [ta?at] dan [sa?at]
Akibat Pengaruh Bunyi Lingkungan
Akibat pengaruh bunyi lingkungan (bunyi yang berada sebelum atau sesudah bunyi utama) akan terjadi dua peristiwa perubahan yang disebut asimilasi dan disimilasi.
Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau sesudahnya. Kalau arah pengaruh itu ke depan disebut asimilasi progresif. Kalau arah pengaruh itu ke belakang disebut asimilasi regresif. Asimilasi, baik progresif maupun regresif lazim diartikan sebagai penyamaan dua buah bunyi yang berbeda menjadi dua buah bunyi yang sama.
Disimilasi
Disimilasi merupakan proses kebalikan dari asimilasi. Kalau dalam asimilasi dua buah bunyi yang tidak sama diubah menjadi sama, maka dalam kasus disimilasi dua buah bunyi yang sama diubah menjadi dua buah bunyi yang berbeda atau tidak sama. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata belajar, yang berasal dari pembentukan ber+ajar, yang seharusnya menjadi berajar. Namun, di sini bunyi [r] pertama disimilasikan dengan bunyi [] , sehingga menjadi belajar.
Akibat Distribusi
Distribusi adalah letak atau tempat suatu bunyi dalam satu satuan ujaran. Akibat distribusi ini akan terjadi perubahan bunyi yang disebut aspirasi, pelepasan (release),
pemaduan dan netralisasi.
Aspirasi
Aspirasi adalah pengucapan suatu bunyi yang disertai dengan hembusan keluarnya udara dengan keras, sehingga terdengar bunyi [h]. Misalnya, bunyi [p] dalam bahasa Inggris bila berposisi pada awal kata akan diucapkan dengan aspirasi. Namun, bila konsonan [p] itu berada pada posisi akhir kata atau berada sesudah bunyi laminoalveolar, maka aspirasi itu tidak ada, seperti pada kata <map> yang diucapkan <mep> dan kata <space> yang diucapkan <spies>. Bunyi yang beraspirasi disebut bunyi aspirat.
Pelepasan (release)
Pelepasan (release) adalah pengucapan bunyi hambat letup tanpa hambatan atau letupan; lalu dengan serentak bunyi berikutnya diucapkan. Jadi hambatan atau letupan itu dilepaskan atau dibebaskan. Misalnya, bunyi [p] adalah bunyi hambat letup bersuara; tetapi bunyi [p] pada kata <tatap muka> dilafalkan tanpa hambat letup. Begitu juga bunyi [t] yang sebenarnya berupa bunyi hambat letup, pada kata <tempat nenek> dilafalkan tanpa hambat letup.
Pemaduan (Pengafrikatan)
Pengafrikatan adalah penghilangan letupan pada bunyi hambat letup. Dalam hal ini, setelah hambat letup dilepaskan, lalu bunyi digeserkan secara perlahan-lahan. Jadi, artikulasinya bukan hambat letup melainkan menjadi hambat geser.
Harmonisasi Vokal
harmonisasi vokal adalah proses penyamaan vocal pada silabel pertama terbuka dengan vokal pada silabel kedua yang tertutup. Umpamanya pada kata-kata <sate>, <onde-onde>, dan <rante> vocal [e] dilafalkan sebagai bunyi [e]; tetapi pada kata <karet>, <coret>, dan <kontet> diucapkan sebagai bunyi [ɛ]. Hal ini terjadi karena pengaruh atau dari distribusi [e] yang terdapat pada silabel kedua yang tetutup. Peristiwa inilah yang disebut dengan istilah harmonisasi vokal.
Netralisasi
Netralisasi adalah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Misalnya, bunyi [b] pada kata <jawab> bisa dilafalkan sebagai bunyi [p] dan juga sebagai [b], sehingga kataa <jawab> itu bisa dilafalkan sebagai [jawab] dan [jawap]. Hal seperti ini di dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya.
Akibat Proses Morfologi
Perubahan bunyi akibat proses morfologi lazim disebut dengan istilah morfofonemik atau morfofonologi. Dalam proses ini dapat terjadi peristiwa (a) pemunculan fonem, (b)pelepasan fonem), (c) peluluhan fonem, (d)pergeseran fonem, dan (e) perubahan fonem.
Pemunculan Fonem
Pemunculan fonem adalah hadirnya sebuah fonem yang sebelumnya tidak ada akibat dari terjadinya proses morfologi. Misalnya, dalam prefiksasi me-atau pe-akan muncul bunyi nasal yang homorgan dengan fonem pertama dari dasar yang diberi prefix itu. Contoh :
{me-} + {bina}
= membina
{pem-} + {bina}
= Pembina
Pelepasan Fonem
Pelepasan fonem adalah peristiwa hilangnya fonem akibat proses morfologis. Misalnya, hilangnya bunyi [r] yang ada pada prefix {ber-} dalam proses prefiksasi pada kata <renang>; hilangnya bunyi [h] pada proses pengimbuhan dengan akhiran {wan} pada kata <sejarah>; dan hilangnya bunyi [k] pada proses pengimbuhan dengan akhiran {nda}. Simak contoh berikut !
{ber} + {renang}
= [berenang]
{sejarah} + {wan}
= [sejarawan]
Peluluhan Fonem
Peluluhan fonem adalah proses luluhnya sebuah fonem, lalu menyatu pada fonem berikutnya. Hal ini terjadi dalam prefiksasi {me} atau {pe} pada kata yang dimulai dengan konsonan tak bersuara, yaitu [s,k,p, dan t]. contoh:
{me} + {sikat}
= [mðñikat]
{pe} + {sikat}
= [pðñikat]
Pergeseran Fonem
Pergeseran fonem adalah berubahnya posisi sebuah fonem dari satu silabel ke dalam silabel berikutnya. Umpamanya fonem /t/, fonem /n,. dan fonem /m/ pada kata <lompat>, <makan>, dan <minum> akan pindah ke silabel berikutnya bila diberi sufiks {-an}. Contoh :
{lom.pat} + {an}
= [l ёm.pa.tan]
{ma.kan} + {an}
= [ma.ka.nan]
{mi.num} + {an}
= [mi.nu.man]
Perubahan Fonem
Perubahan fonem adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi sama. Umpamanya, dalam proses prefiksasi {ber} pada kata <ajar> dan prefiksasi {ter} pada kata <anjur>, bunyi [r] pada prefix {ber} berubah menjadi bunyi [I]. contoh
{ber} + {ajar] = [bαlajar]
{ter} + {anjur} = [tαlanjur]
Akibat dari Perkembangan Sejarah
Perubahan yang berkenaan dengan perkembangan sejarah pemakaian bahasa ini, antara lain, adalah proses kontraksi (penyingkatan), metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis.
Kontraksi (penyingkatan)
Kontraksi atau penyingkatan adalah proses menghilangkan sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsure leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsure leksikal itu yang dihilangkan dapat dibedakan atas aferesis, apokop, dan sinkop.
Aferesis adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya :
Tetapi
= tapi
Pepermin
= permen
Upawas
= puasa
Apokop adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya :
Pelangit
= pelangi
Mpulaut
= pulau
President
= presiden
Sinkop adalah proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Misalnya :
Baharu
= baru
Sahaya
= saya
Utpatti
= upeti
Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata. Dalam bahasa Indonesia kata-kata yang mengalami proses metatesis ini tidak banyak. Di antaranya adalah
Jalur
= lajur
Royal
= loyar
Brantas
= bantras
Ulur
= urul
Diftongisasi
Diftongisasi adalah proses perubahan vocal tunggal menjadi vocal ranggkap secara berurutan. Perubahan vocal tunggal ke vocal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan. Jadi, masih ada satu silabel. Misalnya :
Anggota = anggauta, bunyi [o] = [au]
Sentosa = sentausa, bunyi [o] = [au]
Teladan = tauladan, bunyi [o] = [au]
Monoftongisasi
Monoftongisasi adalah proses perubahan dua buah vocal atau gugus vocal menjadi sebuah vocal. Proses ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia akibat dari ingin memudahkan ucapan. Misalnya :
[ramay] diucapkan [rame]
[kalaw] diucapkan [kalo]
[satay] diucapakan [sate]
Anaftiksis
Anaftiksis adalah proses penambahan bunyi vocal di antara dua konsonan dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. Kita mengenal adanya tiga macam anaftiksis, yaitu protesis, epentesis, dan paragog.
Protesis adalah proses penambahan bunyi pada awal kata misalnya
Mas
= emas
Mpu
= empu
Tik
= ketik
Epetensis adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya ;
Kapak
= kampak
Sajak
= sanjak
Upama
= umpama
Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya :
Hulubala
= hulubalang
Adi
= Adik